Langsung ke konten utama

#110 : Orang-Orang Hebat

Mereka orang-orang hebat. Orang-orang cerdas yang rajin belajar. Melihat padatnya aktivitas mereka, aku tidak dapat membayangkan seberapa luar biasanya mereka. Mereka masih muda, masih sekolah. Namun sudah bekerja, mencoba belajar menjemput rezeki, membantu orang tua sebisanya. Baik berjualan atau magang di suatu lembaga.

Mereka sosok-sosok istimewa. Mereka aktif berorganisasi sambil tetap bergemilang prestasi. Mereka juga bermain sebagaimana remaja, tapi mereka dewasa. Mereka di luar rumah sampai malam, menjelajah kota dari satu tempat ke tempat lainnya. Mereka hidup mandiri, berasrama atau bersama orang tua.

Mereka teman-teman yang pengertian. Sahabat yang disiplin dan bijaksana. Mereka berkawan dengan siapa saja, menjalin relasi dengan banyak pihak. Seakan seluruh tempat yang dikunjunginya adalah sobat karibnya, dan mungkin benar demikian. Mereka aktif di sekolah, juga di masyarakat luas.

Mereka tak segan memberi, selalu ingin menolong, selalu menawarkan bantuan. Mereka selalu memastikan teman mereka baik-baik saja, sehat dan bahagia. Mereka tak pernah berbagi kesedihan, selalu menyembunyikan kelelahan di balik ketegaran. Mereka sahabat yang perhatian, apa adanya, tak peduli siapa. Mereka bisa membatalkan sesuatu, bahkan rencana besar sekalipun, hanya karena merasa hal itu dapat memberatkan satu orang.

Mereka pribadi-pribadi luar biasa yang haus ilmu, lapar wawasan. Mereka pergi ke berbagai kota 'hanya' untuk mencari wawasan, mencari teman, mencari pengalaman. Mereka saling berbagi informasi seminar dan pelatihan untuk mengikutinya bersama-sama. Mereka belajar tidak hanya di sekolah, mereka belajar di setiap detik hidup mereka.

Mereka tidak lelah dengan sekolah, ekstrakurikuler, organisasi, rapat, latihan, program kerja, forum, seminar, pelatihan, les, kursus, beribadah, bekerja, belajar, dan berbakti pada orang tua. Mereka mengagumkan dalam segala hal, dan membuatku malu melihat ketangguhan serta kedewasaan mereka dalam mengisi hidup. Mereka bahagia tanpa hura-hura. Hiburan mereka adalah belajar, rekreasi mereka adalah seminar. Tak ada yang sia-sia, tak ada waktu terbuang percuma.

Mereka tidak pernah beralasan 'banyak PR' atau 'besok ulangan'. Mereka tetap sibuk seolah tak terjadi apa-apa, bebas seolah tak punya beban. Mereka akan pergi ke tempat di mana mereka akan memperoleh pengetahuan baru, ke kegiatan-kegiatan mahasiswa, padahal mereka masih pelajar. Mereka belajar hingga larut malam, dan bangun di pagi buta.

Di balik semua kerja keras mereka, mereka selalu membisikkan doa dalam setiap langkah yang diambilnya. Mereka selalu mensyukuri setiap karunia, dan memohon ampun dalam setiap kesalahan. Mereka selalu mengingat Tuhan dalam setiap kesempatan.

Mereka adalah orang yang bercita-cita besar. Menatap jauh ke depan, memandang luas kehidupan. Pikiran mereka menembus batas, impian mereka mendobrak dunia. Target mereka jelas dan tegas. Mereka meraih mimpi-mimpi mereka dengan usaha keras yang tak terbayangkan. Mereka tidak membeda-bedakan teman, dan saling membantu untuk bersama-sama menggenggam kesuksesan. Mereka selalu memotivasi, dan tak pernah berbahagia sendiri.

Mereka tidak butuh pujian, tidak perlu kekaguman, tidak haus penghargaan. Mereka tidak suka sanjungan, tidak mengejar kedudukan, tidak dahaga penghormatan.

Mereka berasal dari berbagai tempat, dari berbagai latar belakang, namun tidak pernah memandang orang lain sebagai orang yang berbeda. Mereka bersatu dalam perbedaan pendapat, dan maju bersama-sama menjemput masa depan.

Mereka selalu memotivasi, saling menguatkan dalam menempuh jalan kehidupan. Mereka selalu menyemangati, saling mengingatkan untuk keteguhan. Mereka selalu menghargai, memandang setiap orang sama. Mereka tidak pernah melihat latar belakang dan asal usul seseorang. Hidup mereka begitu hidup dan berwarna, kehidupan yang sebenarnya.

Mereka pribadi-pribadi luar biasa. Aku sangat bersyukur dapat bertemu mereka. Aku bangga sekali bisa mengenal mereka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Angka 100

Di usia blog yang sudah 100 post ini, mungkin bisa terbilang bagus lah. Memasuki bulan ke-10, post ke-100, dengan 795 pengunjung. Termasuk bagus untuk ukuran orang seperti saya :) Buat banyak orang, 100 melambangkan kesempurnaan. Melambangkan kepenuhan, kepadatan, kepastian, kecukupan. Buat pelajar, 100 adalah nilai maksimal yang sempurna tanpa cela sedikit pun. Dalam prosentase, 100% menunjukkan sepenuhnya, kepastian, keseluruhan. Tapi bagi blogger, 100 postingan bukan angka yang sempurna. Masih perlu banyak perbaikan dan perkembangan. Apalagi dalam keuangan. 100, terutama 100 rupiah adalah jumlah yang sangat sedikit. Walaupun untuk beberapa mata uang lain termasuk banyak. Tapi tidak ada kata puas dalam mengejar uang bukan? "Ini adalah postingan saya yang ke-100!" Sebuah titik tolak untuk mengembangkan blog ini. :| Blog ini tentunya masih berantakan sekali. :) Tadi waktu liat udah bikin 99 post jadi nemu inspirasi baru buat ngetik ini. Entah kenapa, mungkin post yang ke-100

TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi

ASMA KARIMAH TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi Tinta sejarah belum lagi kering menulis namanya, namun wanita-wanita negrinya sudah terbata-bata membaca cita-citanya. Kian hari emansipasi kian mirip saja dengan liberalisasi dan feminisasi . Sementara Kartini sesungguhnya semakin meninggalkan semuanya, dan ingin kembali kepada fitrahnya. Penerbit Hanifah buku muslimah dan keluarga Daftar Pustaka : Asma Karimah, TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi . Penerbit Hanifah, 1994 (cetakan kelima).

Egosentrisme dan Sudut Pengambilan Gambar

Egosentrisme adalah ketidakmampuan anak-anak yang masih berada pada tahap perkembangan sensori-motori (sekitar usia 2-6 tahun). Contohnya, anak itu belum bisa memahami kalau keempat gambar ini memiliki objek yang sama. [dari buku Santrock, Life Span Development. Teorinya Piaget] Orang dewasa yang secara teori perkembangan seharusnya sudah tidak egosentris, tentu tahu bahwa suatu realita yang sama bisa ditampilkan dengan beberapa cara yang berbeda. Saya sedang tertarik dengan foto demo. Di sini saya membantah kata-kata seorang teman yang saya sayang "yang tertarik buat ngelirik aksi cuma 'anak aksi' juga". Saya bukan anak aksi tapi saya suka pengen tau sama orang aksi. Kan kadang ada aksi yang nggak jelas pesan yang disampaikan itu apa. Bukannya aksi itu salah satu tujuannya juga meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat tentang persoalan itu ya? Lah kalo udah teriak-teriak, bawa banyak atribut, udah ada massa aksi yang dandan juga, tapi saya yang cukup