Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2013

Kalau Aku Harus Berkata Cinta

Kalau aku harus berkata cinta, mungkin itu adalah rasa dimana jumpa tak sering ada tapi hati selalu erat terikat oleh suatu rasa. Mungkin terlalu sungkan untuk menyapa, terlalu tulus hati untuk menjaga. Jangankan pertemuan, bahkan pandangan dan sapaan pun tak masuk dalam harapan. Kalau aku harus bicara cinta, ia adalah kelembutan tertegas yang kokoh. Barangkali tiada interaksi. Bahkan terlalu segan untuk tersenyum. Tapi di balik semua rahasia itu, ada doa yang menjadi pembuktian atas segenap perasaan. Doa yang sama, dibaca pada saat yang sama. Lalu, hati berbisik, "Aku mendoakanmu sambil membayangkan dirimu sedang mendoakanku sambil membayangkanku mendoakanmu sambil membayangkan dirimu mendoakanku... ah!" Kata-kata yang terus melingkar, tak berujung.

Jika Pemira Semacam Ujian

Jika pemira semacam ujian maka kampanye adalah belajar, calon dkk adalah peserta, masa tenang dan pemira adalah saat ujiannya, kampus dan sekitarnya adalah ruang ujiannya. Maka ada yang mencontek, belajar di hari-hari ujian, di ruang ujian pula. Seperti cerita seorang teman, di klaster nun jauh di sana, situasi diramaikan oleh promosi yang bisa juga disebut provokasi di dekat tps. Itu menyedihkan. Tapi mereka salah karena mencontek di kertas soal sulit, aku heran ada yang berani curang di tempatnya orang-orang jenius, orang yang lurus-lurus. Aku ingin melihat langsung, walaupun ku percaya pada sang pencerita, tapi aku ingin tahu, ramai itu seperti apa. Keheningan ini membuatku merasa curiga bahwa aku salah fakultas, salah klaster. Tapi buaya justru mengincar dari dalam air yang tenang. Ia berpura-pura tenggelam. Lalu, tiba-tiba muncul dan menelan habis mangsanya. Aku jadi berimajinasi kalau tiba-tiba semua kotak suara hilang, atau jatuh lalu ketika dipungut diganti diam-diam,

Memilih Pemimpin

"Jika kita memilih pemimpin, bukan dia yang kita pilih. Tapi diri sendiri kitalah yang kita pilih untuk dipimpin oleh dia." -Calon LM 1- Mendengar itu, aku jadi berpikir. Itukah alasan seseorang untuk golput? Karena memilih untuk dipimpin seseorang di luar pilihan yang tersedia? Aku punya teori yang lebih simpel. "Tentukan mana yang paling tidak diinginkan. Lalu pilih lawannya." Lawan disini bisa saingan terberat, atau yang pemikirannya berseberangan. Tolong teman, jangan golput. Semua belum dimulai. Maka, mengepolah dari sekarang, kenali semua calon pemimpinmu. Semua belum terlambat. Khalifah Umar bin Abdul Aziz bisa memperbaiki dunia dalam waktu dua setengah tahun, padahal beliau manusia biasa, bukan nabi bukan pula shahabat. Karena itu jangan lupa rajin mengepo agar tidak salah pilih kawan, pilihlah pemimpin yang terbaik. Sebelum menyesal karena pilihanmu yang salah. Atau lebih menyakitkan lagi, menyesal karena membiarkan orang yang salah memimpin, padaha

Gosip Hari Ini

Mengerikan dan Brutal, TEMPO dan KataData ‘Memeras’ Bank Mandiri dalam Kasus SKK Migas? Mon, 11/11/2013 - 18:49 WIB Saya adalah seorang perempuan biasa yang sempat bercita-cita menjadi seorang wartawan. Menjadi wartawan TEMPO tepatnya. Kekaguman saya terhadap sosok Goenawan Mohamad yang menjadi alasan utamanya. Dimulai dari mengoleksi coretan-coretan beliau yang tertuang dalam ‘Catatan Pinggir’ hingga rutin membaca Majalah TEMPO sejak masih duduk di bangku pelajar, membulatkan tekad saya untuk menjadi bagian dalam grup media TEMPO. Dengan polos, saya selalu berpikir, salah satu cara memberikan kontribusi yang mulia kepada masyarakat, mungkin juga negara adalah dengan menjadi bagian dalam jejaring wartawan TEMPO. Apalagi, sebagai awam saya selalu melihat TEMPO sebagai media yang bersih dari praktik-praktik kotor permainan uang. Permainan uang ini, dikenal dalam dunia wartawan dengan istilah ‘Jale’ yang merupakan perubahan kata dari kosakata ‘Jelas’. “Jelas nggak nih

Dia Sedang Tidur

Dia, yang masa depan dunia berada di tangannya. Karena kecerdasannya yang gemilang dan putih hatinya tak teragukan. Bicaranya mempesona, diamnya memikat. Tatapannya menyala, gerakannya membara. Tapi ia kini sedang tidur.  Dia, yang kejayaan ditentukan oleh sikapnya. Peradaban akan diusungnya, perubahan dibawanya, perbaikan disongsongnya. Dia, yang menjadi kunci bagi terwujudnya kebenaran yang tegak dan keadilan yang bercahaya di bumi. Tapi ia kini sedang tidur.  Ia yang kumaksud adalah kamu! Sadarkah kau, potensi dirimu yang luar biasa? Kekuatanmu? Pernahkah kau coba menggunakannya secara maksimal? Kemampuanmu? Tahukah kau di mana batasnya? Bangun! Bangunlah! Engkaulah pemuda yang Indonesia cari! Engkaulah pemuda yang dunia ini cari!

Kebenaran

Besok ada filsafat nih, paling menyenangkan :D Para filsuf adalah orang-orang yang cinta kebenaran. Maka mereka mencarinya. Tapi bagaimana mengenali kebenaran? Menurutku, sederhana. Kebenaran itu tidak berubah. Misalnya, kejujuran. Kejujuran adalah hal yang benar. Dimanapun dan kapanpun jujur bukan kesalahan. Sejak pertama kali diciptakan, jujur adalah perbuatan yang benar dan berarti pernyataan itu adalah kebenaran. Contoh lain, 1+1=2. Sejak pertama kali ada, dimanapun dan kapanpun, selalu begitu. Maka 1+1=2 adalah benar. Maka aku percaya bahwa Al-Qur'an benar. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. :)

Mau-Maunya Dikuping

Heran bener, ada orang-orang yang mau dikuping dengan alasan tidak salah. Tolong ya, tolong, kalo nggak salah, ngapain dikuping? Asik ya, mimpin negara yang nguping orang sedunia. Asik iyaa? Kalo nggak jahat, kenapa merasa perlu tahu apa yang semua orang lakukan? Plis, presiden yang kepilih tahun depan harus keren. Tahun ini seluruh dunia disadap negara sono. Mulai tahun depan tuh negara disadap sama presiden yang baru. Gimana? Menlu tahun depan juga harus keren, minimal doktor, maksimal 40 tahun. Biar membara, berapi-api. Nggak penasaran po pengen kayak negara sono ngatur2 orang sedunia? Padahal urusan kesejahteraan warganya aja nggak beres. Kalo ada apa2 di mana pun pasti dimintai komentar. Asik ya? Mau dong. Pemimpin tahun depan harus laki tapi nggak kayak iklan. Jangan golput yah, awas kalo pada golput teus yang kepilih jelek. Jadi ini tipsnya: cari yang paling jelek, lalu pilih musuhnya. Hahah. Materinya gitu. Cita-citaku buat Indonesia selalu sama dengan semuanya: Selal

Jika Allah Tuhannya Maka Merdeka

Sebelumnya, aku ingin mendoakanmu dengan doa yang indah, Salam cinta karena Yang Maha Cinta, Pencipta Cinta, Pemberi Cinta, Pemilik Cinta, Sumber Cinta Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh ... Jika Allah Tuhannya Maka Merdeka Jika Allah Tuhannya maka merdeka Tiada kesedihan Tiada ketakutan Tiada kekhawatiran Karena berlindung pada Yang Maha Pelindung Karena tentram hati pada Yang Maha Kuasa Jika Allah Tuhannya maka medeka Tiada kekecewaan Tiada kegelisahan Tiada keputusasaan Karena yang dirindu adalah Pencipta Kerinduan Karena yang dicinta adalah Pencipta Kecintaan Jadi, bergantung pada-Nya berarti merdeka Melepaskan diri dari semua yang lainnya Meniadakan setiap rasa tanpa dasar Tunduk pada Pencipta, Penguasa, Pemilik, Pengatur Yang Merawat dengan Kemahasempurnaan-Nya Hanya menyembah-Nya Sembahlah Allah Maka merdeka Tiada kesakitan, ketakutan, kesedihan pada sesuatu apapun di dunia ini

Kata Ayah Soal Keadilan

Kata ibu soal keadilan adalah tidak ada keadilan di dunia ini. Mungkin untuk saat ini. Mungkin bisa selamanya. Karena Yang Adil hanya Allah, Yang Selalu Adil hanya Allah, dan Yang Maha Adil hanya Allah. Itu kata ibuku, menentramkan kegemasanku pada hal-hal yang kurasa pantas untuk disebut sebagai ketidakadilan. Sejak aku kecil, selalu begitu. Ayah berpendapat sama, dengan cara yang berbeda. Allah itu Maha Adil. Katanya suatu saat. Maka, ia beikan keberhasilan kepada seseorang di dunia sesuai dengan usahanya untuk meraih keberhasilan itu. Bukan dari kedekatan. Maka jika ada orang jahat yang berhasil menggunakan kecerdasannya untuk meraup keuntungan pribadi dan merugikan orang lain, bukan berarti Allah tidak adil. Justru itu berarti Allah Maha Adil, memberi hasil sesuai dengan usaha dan ambisinya. Ia melanjutkan. Aku setuju. Allah tidak pernah KKN. Maka usaha dan doa tidak boleh terpisahkan. Usaha akan mensukseskan. Dan doa akan membuat lebih barakah. Dengan doa, usaha tidak hanya

Kalau Tahu Begini

Kalau tahu begini, mungkin aku akan diam. Kalau tahu begini, mungkin aku akan tidak maju. Kalau tahu begini, mungkin aku akan gugup. Tapi aku sudah terlanjur tidak tahu. Salahku juga. Seharusnya aku tahu. Atau paling tidak mencari tahu.

Meeting

You and me together as a family Satukan tekad jadikan bulat kita hebat Kita banyak Kita beda Kita berwarna-warni Kita bermacam-macam Kemudian kita disatukan Bersama-sama Sebagai keluarga Kita dipertemukan Kita bertemu Dalam pertemuan Saling memandang Lalu kita berkenalan Berusaha mengenal dan dikenal Kemudian kita akrab Karena kita satu rumah Maka ita satukan tekad Kita bulatkan tekad Kita calon orang yang lebih hebat lagi! :)

Aku dan Jilbabku

Mulai akhir-khir sd, aku malu sendiri. Tanpa diarahkan orang tua. Orang tua sendiri heran. Ini anak perempuan dulu ke warung baju tanpa lengan kok sekarang jilbaban? Ini anak nggak pernah pake rok kok dibeliin dua dipake terus? Aku tidak tahu apa itu panggilan dari hati. Apakah ia semacam gelombang elektromagnetik? Atau gelombang mekanik? Atau partikel yang bermassa sangat kecil sekali? Yang jelas, aku ingin berpakaian rapi. Titik. Alasan belakangan. Peduli amat dengan sebab. Maka aku merasa berproses sedikit demi sedikit. Dididik untuk naik tingkat satu demi satu. Alhamdulillah aku belum pernah mundur terlalu jauh. Soal sebab, alasan, motivasi, apapun namanya, peduli amat. Aku ingin. Dan aku berjilbab. Selesai. Kemudian aku merasa lebih simpel. Merasa lebih nyaman. Merasa lebih jadi diri sendiri. Aku mengatur diriku sendiri. Bukan iklan atau kata orang. Ini bukan masanya lagi. Aku sudah terlalu besar untuk pantas termakan iklan. Aku merasa berkembang menjadi lebih baik sedik

Aku Minta Penghargaan

Aku akui ketidakikhlasanku. Aku ingin penghargaan. Aku minta pengakuan. Aku memang angkuh. Menganggap semua berkat usahaku dan kuasa-Nya. Menafikan jasa siapa saja. Mungkin cibiran itu menguatkan. Tapi sekali lagi. Aku akui ketidakikhlasanku. Aku minta penghargaan. Beri aku contoh caranya menghargai. Aku ini bodoh. Harus melihat contoh. Agar bisa dan mengerti. Aku tidak tahu teori apa ini selain hukum III Newton. Besar gaya aksi dan reaksi sama, hanya berkebalikan arahnya. Aku memang tidak berperasaan. Semua kulogika. Maka masuk akalkah jika aku harus merayu palsu dan berucap kedustaan yang indah? Aku memang tidak bijaksana. Tapi paling tidak aku bisa berpikir. Salahkah bila aku meminta keadilan? ------------ Aku ingin berpuisi Karena setiap puisi nonpicisan adalah puisi yang indah ------------------- Aku bermaksud mempermudah. Mudah-mudahan begitu.

Sepucuk Surat Untukmu

Saudaraku, tidak pantas aku ucapkan untukmu: bersabarlah. Karena aku belum mengerti apa itu kesabaran, di saat engkau telah meniupkannya dalam setiap langkah. Saudaraku, tidak layak aku menyemangatimu. Aku ini lemah, payah, berantakan. Tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan perjuanganmu yang pantang menyerah. Saudaraku, malu aku mendoakanmu. Sebab engkau jauh lebih dekat pada Yang Maha Mengabulkan Doa daripada aku. Aku merasa rendah diri, sekaligus iri, dan tersindir luar biasa. Lalu, apa yang bisa kulakukan untukmu? Agar engkau tahu, di hatiku tak hilang, kepedulian dan cinta yang mendalam. Juga segenap kekaguman dan rasa hormat. Aku hanya bisa menitipkan air mata pada malam yang diam. Menitipkan kata-kata pada sunyi yang dingin. Dan membisikkan doa dalam gelap yang bercahaya. Semoga Allaah memberkahi aku dan engkau, menetapkan hatiku dan hatimu agar mencintai kebenaran, dan menguatkan jiwaku dan jiwamu agar selalu memperjuangkannya. Semoga kelak Allaah mempertemukan kita

Gatheng: Permainan Tradisional Anak-Anak

Terakhir kali bermain gatheng adalah ketika SD. Dan seharusnya setelah itu sudah karena sudah bukan anak-anak lagi. Tetapi rasanya kangen. Dan sayangnya jarang ada yang mengerti permainannya. Gatheng dimainkan secara berkelompok. Paling ideal satu kelompok empat orang. Kemudian setiap orang memilih sebelas batu. Jangan kerikil. Kira-kira dua batu dapat digenggam oleh satu tangan. Salah satu batu disebut "gacuk". "Gacuk" tidak boleh berpindah tangan. Kemudian membuat persegi dengan sisi antara 50-100 cm. Kemudian setiap anak menaruh lima batunya ke dalam kotak dan menyimpan lima batu lainnya. Batu-batu di dalam kotak ditumpuk. Pemain pertama akan melempar "gacuk" ke atas. Setelah itu, tumpukan batu dijatuhkan sehingga batu-batu saling terpisah di dalam kotak. Kemudian "gacuk" yang dilempar ditangkap sebelum jatuh. Jika ada batu di garis atau di luar garis diambil oleh pemain tersebut. Setelah itu melempar "gacuk" ke atas lagi, meng

Pelajaran Hari Ini

1. Jangan malas mencabut kabel tv, charger, vcd player, mesin cuci, ketika tidak digunakan. Menghabiskan energi berwatt-watt. Mari hemat energi karena kita cinta bumi. 2. Ayo menggunakan apotek hidup dan memiliki tanamannya juga. Akan lebih alami dan menghias juga. Obat tanpa efek samping yang terlalu berbahaya. 3. Jangan golput. Walaupun merasa semua calon buruk, pilih yang terbaik. Golput artinya membiarkan orang yang buruk berhasil menang. Gunakan hak pilih. 4. Manfaatkan barang bekas. Dengan kreativitas, barang yang layak buang bisa diubah menjadi sesuatu yang bermanfaat dan menarik. 5. Jangan suka menyalah-nyalahkan orang lain karena merasa iri. 6. Pendidikan moral perlu ditekankan sedini mungkin. Tapi saya tidak setuju ada pendidikan yang jauh. Jadi sebaiknya seluruh lembaga pendidikan sama-sama berkualitas bagus sehingga setiap anak di PAUD, TK, dan SD-nya akan berteman dengan tetangga-tetangganya. Tidak perlu antar jemput dan mereka akan saling bersilaturahmi di lua

Puisi: Di Atas UGM

Di atas UGM Burung-burung beterbangan Kembali pulang ke sarang Pada sore yang rindang Ke atas pohon-pohonan Setelah lelah mencari makan Seharian Kalau bisa disebut puisi, puisi itu saya susun sebelum menjadi bagian dari UGM :-) Saya juga menghadiri pembukaan RDK :-) Mungkin semacam "memancing masa depan"? :-) Tapi ilmu non-eksak itu sulit, tidak bisa dilogika, harus hafal semua. Bukan paham konsep dasarnya lalu "sukses tanpa belajar" :D

Cita-Cita Kanak-Kanak

Seberapa besar pengaruh tayangan hiburan? Setiap orang pasti berbeda. Aku menonton madagaskar 3. Lalu aku ingin sekali kuliah di teknik nuklir, tidak ada yang lain. Sampai sekarang? Tapi sekarang setelah banting stir jauh... sekali, aku masih ingin, suatu saat nanti, punya reaktor nuklir. Itu hanya kartun. Tapi... aku sungguh ingin, sungguh-sungguh ingin, itu tampak hebat sekali! Kelak aku akan bisa mengendarai mobil supercepat, murah dan ramah lingkungan. Itu... wow! Mengapa aku selalu termakan kartun ya? Dulu ingin mobil seperti punya keluarga Eliza. Yang ayahnya ahli biologi. Aku juga terharu melihat apapun itu namanya, seperti sepeda terbang, menyambut dalam upacara, seperti yang ada di Doraemon. Itu mengagumkan bener. Aku juga ingin punya kebun cabe. Tanaman cabe itu cantik, indah, dan cabe itu melengkapi rasa. Tanpa cabe, makanan seenak apapun terasa kurang mantap bagi sebagian orang. Cabe memang menakjubkan. Cabe membuat orang memilih sambal tempe daripada ayam goreng. T

Mentoring Sebagai Solusi Terorisme

Coba baca buku "Membentangkan Ketakutan: Jejak Berdarah Perang Global Melawan Terorisme". Itu buku yang luar biasa, membuat aku berpikir, mengapa tidak pernah terpikir untuk masuk HI? Padahal cita-citanya kan menteri luar negeri? Aneeh. Buku itu menjelaskan secara sangat objektif dan ilmiah menurutku. Hati-hati dan jelas. Membacanya mengingatkan hutang kalimat: "Mentoring Sebagai Solusi Terorisme". Gemas sekali mendengar pernyataan Pak Polisi yang tayang di TV. Katanya remaja rawanlah, agamawan tidak perhatianlah, halaah, berlebihaan. Di semua SMA negeri di Jogja sih, mentoring itu wajib bagi kelas X dan sunnah bagi kelas XI dan XII. Dan, selesailah masalah. Mentoring itu kan belajar Islam dari dasar. Syahadat, sholat, puasa, iman, berbakti pada orang tua, menuntut ilmu, berjilbab, asik bener lah. Lha, kalau ada yang suka bicara agama tapi nggak mentoring, nggak rohis, nggak mau dateng pengajian, langsung kena kan? Tapi apa ya ada? Yakin itu bukan masalah sederh

Islam Dihatinya

Islam Dihatinya Ia, orang yang menjadikan ridha Allah sebagai cita-citanya, identitas sebagai muslim hingga akhir hidup sebagai suksesnya, dan masuk surga sebagai tujuannya. Islam Dihatinya Ia, orang yang menjadikan ilmu sebagai kasihnya, dakwah sebagai cintanya, dan kebenaran sebagai langkahnya. Islam Dihatinya Ia, orang yang menjadikan kejujuran sebagai nafasnya dan keadilan sebagai darahnya. Islam Dihatinya Ia, orang hebat dengan keberanian luar biasa. Kuat tangannya, tegas ucapannya, lembut hatinya. Islam Dihatinya Ia, orang yang telah dipilih karena telah berusaha memantaskan dirinya menjadi salah satu cahaya bagi dunia. Islam Dihatinya Ia, orang yang teriring ketakjuban, kekaguman, dan keterkesananku padanya. Ia? Tidak! Tidak hanya satu. Aku yakin, begitu banyak orang baik di luar sana yang tidak kita kenal. Orang-orang dengan Islam Dihatinya.

Ingin Jadi Dokter

Sempat beberapa hari ketika SMA, aku ingin menjadi dokter. Menyembuhkan luka, menyelamatkan jiwa, merawat kehidupan, menolong yang membutuhkan. Aku lihat menjadi dokter adalah berbakti, berbagi, berarti, bermanfaat, mengabdi, manis sekali. Aku ingin jadi relawan internasional, tim penolong pertama dalam setiap luka di seluruh dunia. Aku ingin jadi orang berguna, banyak pahalanya, dan masuk surga. Hebat para dokter itu, lebih efektif bila berdakwah. Bisa melarang rokok, miras, narkoba, pergaulan bebas, dan sebagainya. Relatif lebih didengar daripada slogan-slogan. Hanya bicara "Mau sembuh tidak?" "Anda beresiko sekali terkena AIDS!" orang lebih takut, lebih yakin. Tapi aku tidak bercita-cita jadi dokter. Aku tahu kelebihan-kelebihanku dan kekurangan-kekuranganku.

Bapak Rasyid Bawedan

Bapak Rasyid Baswedan meninggal hari ini pukul empat pagi. Di sekitar rumahnya, rumah para tetangga juga ikut terbuka lebar menerima banyak tamu. Bunga duka cita banyak berjejer di sepanjang beberapa gang, terus bertambah. Yang aku tahu beliau adalah orang baik, istri beliau orang baik, dan anak beliau orang baik. Beliau adalah kepala keluarga dari tokoh-tokoh pendidikan yang baik. Mudah-mudahan amal ibadah beliau diterima di sisi Allah, dilipatgandakan pahalanya, diampuni dosa-dosanya, dan dimasukkan ke dalam surga.

Belajar Non-Eksak

Belajar non-eksak itu membutuhkan energi lebih. Saat mata sampai kebal safecare, kepala sudah teklak-tekluk. Ternyata perjuangan baru dimulai. IPC itu baru pemanasan. SBMPTN dalam posisi sakit itu bukan apa-apa. Dan sekarang, dikelilingi orang-orang yang pintar dan rajin membuatku gemas pada diri sendiri. Bisa tidak, belajar belum tahan. Belum paham. Dan rasanya senang sekali ketika adik yang di asrama datang minta diajari matematika. Kerinduanku pada angka terobati sudah. Aku merasa diisi ulang dengan energi yang menyegarkan. Hanya hitungan sederhana. Kini aku semakin meyakini bahwa tidak ada ilmu yang pecuma. Kecuali ilmu sihir ya. Kuceritakan dengan bahagia kepada ibuku, "Rasanya segar kembali," Ibuku hanya geleng-geleng kepala, seperti ketika aku ngotot masuk psikologi tanpa modal "Oalah Nduk, Nduk." Aku memang anak sosial gadungan. Tapi aku harus belajar untuk kuat. Dan menghapus kekhawatiran ibuku, karena aku akan menghadapi hafalan-hafalan-hafalan. Le

Perendahan Perempuan di dalam Budaya

Kita tahu kisah yang ditulis seorang penulis Eropa berjudul Cinderella. Ia cantik, cerdas, baik hati, dan rajin. Ia diberi semua pekerjaan di rumah tapi semua ia kerjakan dengan baik. Ia dianaktirikan tapi ia tak pernah dendam dan selalu menyayangi ibu dan saudara tirinya. Tapi apa yang ia dapat dari kelebihan-kelebihannya? Menikah dengan pangeran. Hanya itu? Semurah itu harga kebaikannya? Semahal apa pangeran itu sehingga Cinderella yang "sempurna" dihadiahi pangeran sebagai akhir dari perjuangan hidupnya? Kita semua juga tahu cerita Bawang Merah dan Bawang Putih. Mirip dengan Cinderella. Entah cerita mana yang muncul lebih dulu. Dan entah apakah kedua cerita ini muncul dari induk cerita rakyat yang sama. Kita juga tahu banyak dongeng bertokoh utama perempuan yang cantik dan baik hati berakhir sama. Semurah itukah harga seorang perempuan? Hanya pangeran? Atas ketulusannya, hatinya yang tanpa dendam, ketekunannya, kecantikannya, keanggunannya, kecerdasannya, dan hanya i

Terharu

Terharu melihat di atas sana, di bawah naungah biru cerah yang teduh, ia berputar putar, tulisan berkibar kibar. Itu.. mirip seperti sepeda terbang yang ada di doraemon beberapa hari yang lalu... yang ingin kusaksikan sampai seesai tapi harus kutinggal untuk tugas. Aku terharu. Melihatnya terbang. Seperti sepeda terbang manusia burung dalam kartun doraemon. Meski berbeda. Dari jauh tampak sama. Lalu sepanjang upacara pesawat tanpa awak berputar-putar di atas kepala, mengabadikan seremoni. Aku teringat Mesir. Kisah para demonstran yang membuat pesawat tanpa awak tapi bentuknya seperti dalam film 3 idiot. Tidak sama sih, tetapi ada kemiripannya. Pesawat itu memotret demonstran dari atas. Lalu marching band dengan lalu Papua Mutiara Hitam dari Timur. Teringat indahnya Papua dalam acara si bolang. Besok, kalau aku sudah jadi orang yang baik, berkarakter menyenangkan, berkepribadian menawan, aku ingin ke sana, belajar dan mengajar. Mengapa aku takut berbagi plan A life plan ku? Aku

Cerita Jagoan

Dalam setiap cerita, si protagonis adalah jagoan baik yang melawan penjahat super. Dia selalu kalah dan tidak jarang difitnah. Ia tampak melemah seolah hampir menyerah. Musuhnya sedikit, karena kebanyakan orang adalah orang baik. Tapi musuhnya kuat dan menghalalkan segala cara untuk menang. Tapi sang jagoan tidak patah semangat. Ia terus berusaha dan berjuang demi kebenaran yang ia bela. Dan pada akhirnya, ketika harapan seakan tiada, keadaan berbalik. Pahlawan ini mulai berhasil, karena musuhnya terlalu sombong dan jahat, juga meremehkan semua orang. Selalu begitu cerita tentang pahlawan. Dilemahkan terus hingga hampir kalah, tapi kemudian berbalik menang dan pantang menyerah. Jadi tenanglah. Jika semuanya semakin sulit, hidup terasa rumit, cobaan terasa berat, jangan bersedih. Para pahlawan super mulai menang setelah tampak tidak ada kesempatan. Dan kita semua ini kan calon pahlawan super :D

Menuju 68 Tahun Indonesia

Menuju 68 tahun Indonesia, yang merdeka pada 17 Agustus 1945. Dan setelah itu, negara pertama yang mengakuinya adalah... ini soal SD, semua yang lulus SD pasti tahu, ini soal LKS turun-temurun dari generasi ke generasi. Maka jawabannya adalah... ya, Mesir. Sayangnya, sudah hampir 68 tahun, masih saja, tidak keren-keren juga. Coba lihat Amerika. Kalau ada suatu kejadian, pasti dimintai pendapat, diajak campur tangan. Kapan Indonesia seperti itu? Membayangkan, alangkah kerennya bila pemerintah Indonesia berani berbicara tegas seperti Bapak-Bapak Proklamatornya, pasti Indonesia akan menjadi negara yang sangat disegani, dan bila orang-orang Indonesia pergi keluar negeri, akan disambut dengan ramah dan hormat. Tinggal komentar bapak-bapak, katakan beberapa kalimat yang akan membuat Indonesia terhormat, kalimat-kalimat yang cerdas dan jujur. Atau bapak-bapak ingin kursus menjadi komentator dulu? Coba latihan dari orang yang sering demo. ------------------------------------ Saya tid

PAYAH!

SAYA BENAR-BENAR GEMAS. Mengapa saya begitu payah? Ini keterlaluan! Saya kehabisan kata-kata.  Ketik, hapus. Ketik, hapus.  Karena ini sulit sekali. Sangat menggejolakkan emosi.  Ini tentang orang-orang yang ingin dilenyapkan pemerintahnya sendiri dan tetangga-tetangganya karena beda agama.  Ini tentang orang-orang yang merdeka di zaman dahulu, tiba-tiba dijajah di zaman modern, puluhan tahun diperangi, berusaha dimusnahkan.  Ini tentang orang-orang yang sampai harus bertanya pada ulama-ulama, bagaimana jika berpuasa tanpa sahur dan berbuka. Ini tentang orang-orang yang diperangi pemimpinnya karena berbicara dan minta didengar, karena berpendapat dan minta keadilan.  Ini tentang Ramadhan. Di belahan bumi lainnya orang-orang yang hidupnya berusaha disengsarakan oleh orang-orang yang jahat, justru menjadi tampak aslinya. Mereka shalat begitu panjang, puasa begitu tenang, membaca Al-Qur'an malam dan siang, berbuat baik terus-menerus meski dalam kes

Tentang Sebuah Impian Kecil yang Abadi

Sejak lima tahun yang lalu kira-kira, pindah ke sebuah tempat yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Tapi bukan itu ceritanya. Ceritanya adalah tentang anak-anak masa kini yang dirampas masa bermainnya. Mereka hanya tahu perkelahian dan balapan. Menangan main game tapi lama kalau diuji mengetik oleh gurunya. Sayang sekali, anak-anak yang hidup dengan lagu centil, tayangan sok imut, dan tokoh kegenitan. Yang dibaca adalah media sosial dan pesan singkat, begitu juga yang ditulis. Tidak ada bermain, berpetualang, berimajinasi, dan tertawa. Mungkin juga mereka sudah dibuat lupa, bahwa novel remaja yang dibeli putus sejuta per dua puluh itu untuk orang yang umurnya di atas mereka, dan tentu saja orang yang tidak punya cita-cita. Mereka hanya tahu game, padahal asyik sekali menangkap kupu-kupu dan belalang, menjinakkan mereka sampai menjadi penurut, lalu melepaskannya kembali. Mengejar burung kecil, mengumpulkan sedotan, berbaring di atas rumput, bermain tanah, naik pohon, mungkin su

Melangkah Jadi Mahasiswi, Ingat SD

Mengingat SD berarti mengingat kenangan indah yang telah mengantarkan menuju cita-cita. Di sana dibekali pendidikan karakter tanpa kurikulum 2013. Di sana kami semua berbeda, dan itu membuat kami yakin bahwa perbedaan itu benar-benar sebuah keindahan. Jika ada yang bilang itu hanya terjadi pada pelangi, maka kami adalah pelangi di bumi. Kami angkatan pertama SDIT Salman Al Farisi, semacam kelinci percobaan kata orang kalau mendengar angkatan pertama. Kelinci percobaan yang berprestasi melampaui yang sudah berpengalaman. Kami diajar guru yang sebagian besarnya tanpa latar belakang pendidikan dan keagamaan. Tapi kalau diniatkan Islam dasarnya, pasti akan indah kan? Semua begitu manis, sampai hadir kenyataan pedas beberapa tahun yang lalu bahwa kami tidak akan pernah bisa reuni lagi, entah sampai kapan, yang berarti mungkin selamanya. Dan kenyataan pahit juga, kabar beberapa hari sebelum kami ujian, kini kami tak lengkap lagi. Mudah-mudahan amal sahabat kita diterima di sisi Allah. Aa

Ketika Jilbab Jadi Halangan

Sebelumnya, selamat dulu pada polwan, karena sudah diizinkan berjlbab. Entah mengapa ada yang kontra, jahatnya melanggar hak asasi manusia. Entah mengapa ada yang bilang yang berjilbab jadi kurang bagus, ah apa buktinya. Kami berjilbab dan kami bisa. Bisa apa? Ya bisa bermanfaat dengan memaksimalkan potensi di bidang masing-masing. Insya Allah. Aamiin.  Yang menggemaskan, ketika ada anak sekolah dasar yang berjilbab satu-satunya di sebuah sekolah dasar kurang bagus yang tidak terkenal, Alhamdulillah juara, disuruh foto lagi. Katanya ijazah nggak boleh pakai jilbab. Mungkin gurunya lupa kalau dia punya dua kakak yang berjilbab juga, jadi dia tahu gurunya berbohong.  Sayang sekali, di zaman begini, masih ada hal seperti itu. Mudah-mudahan tidak terulang lagi. Dan kabar baiknya, guru-guru yang macam itu sudah tua, akan pensiun. Akan digantikan dengan guru-guru muda yang hebat, pintar dan niat. Penggantina sarjana, master, doktor, yang profesional. Aamiin. 

Untung Bukan Aku yang Jadi Presidennya

Untung bukan aku yang jadi presidennya. Bukannya minta maaf, tapi malah "Heh, bilang sama rakyatmu yang numpang cari uang di negaraku, tanggung jawab sama tuh asap, udah ganggu hidup rakyatku di Sumatera". "Eh, orang cari duit di negara orang, udah diusahain tuh ngabisin duit banyak. Ganti! Pokoknya kalian semua harus ganti sepuluh kali lipat!" Kalau yang terjadi begitu, dunia ini jadi apa ya? Yang pasti uang ganti dari perusahaan-perusahaan pembakar itu lumayan juga bisa buat nurunin harga bensin. Eh, kok kayak lima tahun yang lalu ya? Penasaran juga, habis baca berita di Republika. Orang Indonesia dibilang suka nyalah-nyalahin Israel sama Yahudi. Katanya sih itu antidamai. Katanya juga Indonesia memancing peperangan. Kata siapa? Ya, kata siapa ya, kira-kira kata siapa? Emang peperangan ikan, dipancing? Bisa dimakan po? Itu satu genus sama nila kayaknya. Enak tuh kalau digoreng setengah mateng, terus dimasak pakai bawang putih, bawang merah, garam, jahe, banyak c

Kesalahan Kita

Kesalahan kita adalah ketika kita mencoba menawar pada Allah. "Ya Allah, masak sih nggak boleh?" "Ya Allah, ini sebenarnya salah, tapi situasi dan kondisinya mendesak." Atau yaang lainnya. Kita menawar, padahal Allah tidak menawar. Mata kita dua, bukan satu. Telinga kita dua, bukan satu. Tangan kita dua, kaki kita dua, organ tubuh kita lengkap. Kesalahan kita adalah ketika hati tidak lagi bisa digunakan. Tidak dapat membedakan mana yang baik mana yang buruk, serakah, tidak jujur, tidak percaya dan tidak dipercaya. Padahal hati adalah raja, yang memimpin tubuh kita. Kalau hati mati, tubuh akan kehilangan arah. Berantakan. Bagai kacang lupa kulitnya, sibuk tebar pesona, padahal di dalamnya kosong. Jika hati tidak ada, apakah ada yang bisa menuntun dan memandu kehidupan? Kesalahan kita adalah jika kita berhenti membaca. Berhenti membaca ilmu. Dan berhenti membaca keadaan. Berhenti membaca orang lain. Karena membaca membuahkan pemahaman, dan pemahaman melahirkan kep

Katakan Kebenaran Walaupun Pahit, Ingatkan Kejujuran Walau Basi

Kita harus mengingat kembali kisah lama yang dulu sempat menghiasi layar berita kita. Kisah tentang anak SD yang dipaksa oleh gurunya memberi contekan ke teman-temannya, tapi dan boleh memberitahukan perjanjian itu kepada siapapun. Lihatlah adik kita yang ganteng itu teman, dia menangis. Lalu ibunya pun merekam diam-diam percakapan antara kepala sekolah dan "guru" (maaf pakai tanda petik kawan, dalam bahasa jawa guru itu singkatan dari "digugu lan ditiru" artinya "dipatuhi dan diteladani") serta kejadian nyontek berjama'ah (dosanya jadi 27 kali lipat nggak ya kalo yang beginian) di kelas. Ibu itu hebat, dibeberkan kemana-mana kebenaran itu. Wajahnya menghiasi berita. Bagi yang sudah lupa, searching lah. Kita tidak boleh lupa ibu-anak pahlawan antikorupsi ini. Ini lho pahlawan sejati, bukan yang cuma ngomong tangkap koruptor tangkap koruptor lawan korupsi lawan korupsi doang tapi anaknya dibeliin kunci jawaban. Kalo yang beginian dosanya dikalilipat

Kata Ibunda Tentang Keadilan

Para power ranger dan kawan-kawan sejenis mereka selalu beryel-yel sebelum beraksi: "kami adalah pembela keadilan!" Sebagai penggemar cerita superhero semacam itu, kami (saya dan saudara-saudara saya) tumbuh dengan keinginan yang begitu besar akan keadilan, tentu saja versi kami yang masih bodoh ini. Menurut kami, kami jarang diperlakukan dengan adil. Yang kami maksud yang memperlakukan kami dengan tidak adil ini adalah pendidikan. Ya, pendidikan yang tidak mendidik, tapi terasa menyakitkan, curang, dan sangat tidak adil. Baik. Singkat saja ya. Kakek kami dulu guru. Nenek kami juga. Beliau-beliau adalah guru yang galak. Orang tua kami tidak pernah kenal mencontek. Lalu lahirlah kami, enam bersaudara yang selalu juara. Ya, juara, bagi diri kami sendiri kami telah menjadi juara. Saya SD di sekolah swasta Islam, yang menanamkan budi pekerti dan pendidikan karakter yang begitu kental. Kami diajarkan senang belajar, tapi sayang SMP dan SMA telah mengikis semangat masa kecil

Nasehat Ibu Tentang Kritik

Kritik yang pedas, justru itulah yang melezatkan masakan, seperti sambal. Rasanya disukai banyak orang, membuat orang-orang menambah porsi makannya. Menyehatkan juga. Tidak seperti gula yang manis, menyembunyikan penyakit. Tentu kita sudah sering mendengar nasehat berikut: "Kita tidak akan memperoleh apa-apa dari orang yang selalu setuju dengan kita." Ya karena itulah, kita malah harus membuang jauh-jauh orang yang tidak pernah mengkritik kita, karena kita tak akan mendapat manfaat apapun darinya. Kita juga sering mendengar: "Kritik itu tanda sayang. Pengkritik itu perhatian. Pengkritik ingin kita lebih baik." dan sebagainya. Memang mudah untuk diucapkan. Tapi dalam kenyataan, kita merasa bila teman kita mengkritik kita, berarti ia ingin berada di atas kita. Kita curiga dan penuh prasangka. Padahal, ia, teman kita, yang lebih tidak pintar, kaya, atau terkenal, daripada kita, yang pangkatnya lebih rendah daripada kita, dan mengkritik kita begitu sering tanpa or

Kalau Kita Menghukum Diri Sendiri

Kalau kita menghukum diri sendiri, dengan memblokade diri ketika ujian itu datang, dan tidak menyisakan celah sedikitpun untuk bergantung kepada selain Allah. Di situ kita tahu, kita mengimani, Allah Maha Berkehendak. Betapa mudahnya Allah bisa membuat kita terpeleset, jatuh, tersandung, terbentur, hancur, atau apapun. Dan mudah juga bagi-Nya untuk memberhasilkan kita. Dan di situ, dari blokade yang kita buat sendiri dari orang lain, tanpa toleransi, seluruh potensi kita akan keluar. Apa yang awalnya lupa jadi ingat, apa yang awalnya bingung jadi paham. Dan apapun hasilnya, itu membahagiakan, membanggakan, memuaskan. Itulah buah manis kemandirian. Bagaimana dengan Indonesia? Kalau dibilang mandiri, tidak juga. Tapi mungkin iya. Saya melihat dari diri sendiri. Saya mendengar orang yang bisa beli pesawat pribadi itu seolah lebih hebat daripada yang membuat. Atau orang lebih memilih menghabiskan uang untuk makan yang mahal-mahal padahal belum tentu enak dan bergizi, dan tentu saja l