Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2013

Katakan Kebenaran Walaupun Pahit, Ingatkan Kejujuran Walau Basi

Kita harus mengingat kembali kisah lama yang dulu sempat menghiasi layar berita kita. Kisah tentang anak SD yang dipaksa oleh gurunya memberi contekan ke teman-temannya, tapi dan boleh memberitahukan perjanjian itu kepada siapapun. Lihatlah adik kita yang ganteng itu teman, dia menangis. Lalu ibunya pun merekam diam-diam percakapan antara kepala sekolah dan "guru" (maaf pakai tanda petik kawan, dalam bahasa jawa guru itu singkatan dari "digugu lan ditiru" artinya "dipatuhi dan diteladani") serta kejadian nyontek berjama'ah (dosanya jadi 27 kali lipat nggak ya kalo yang beginian) di kelas. Ibu itu hebat, dibeberkan kemana-mana kebenaran itu. Wajahnya menghiasi berita. Bagi yang sudah lupa, searching lah. Kita tidak boleh lupa ibu-anak pahlawan antikorupsi ini. Ini lho pahlawan sejati, bukan yang cuma ngomong tangkap koruptor tangkap koruptor lawan korupsi lawan korupsi doang tapi anaknya dibeliin kunci jawaban. Kalo yang beginian dosanya dikalilipat

Kata Ibunda Tentang Keadilan

Para power ranger dan kawan-kawan sejenis mereka selalu beryel-yel sebelum beraksi: "kami adalah pembela keadilan!" Sebagai penggemar cerita superhero semacam itu, kami (saya dan saudara-saudara saya) tumbuh dengan keinginan yang begitu besar akan keadilan, tentu saja versi kami yang masih bodoh ini. Menurut kami, kami jarang diperlakukan dengan adil. Yang kami maksud yang memperlakukan kami dengan tidak adil ini adalah pendidikan. Ya, pendidikan yang tidak mendidik, tapi terasa menyakitkan, curang, dan sangat tidak adil. Baik. Singkat saja ya. Kakek kami dulu guru. Nenek kami juga. Beliau-beliau adalah guru yang galak. Orang tua kami tidak pernah kenal mencontek. Lalu lahirlah kami, enam bersaudara yang selalu juara. Ya, juara, bagi diri kami sendiri kami telah menjadi juara. Saya SD di sekolah swasta Islam, yang menanamkan budi pekerti dan pendidikan karakter yang begitu kental. Kami diajarkan senang belajar, tapi sayang SMP dan SMA telah mengikis semangat masa kecil

Nasehat Ibu Tentang Kritik

Kritik yang pedas, justru itulah yang melezatkan masakan, seperti sambal. Rasanya disukai banyak orang, membuat orang-orang menambah porsi makannya. Menyehatkan juga. Tidak seperti gula yang manis, menyembunyikan penyakit. Tentu kita sudah sering mendengar nasehat berikut: "Kita tidak akan memperoleh apa-apa dari orang yang selalu setuju dengan kita." Ya karena itulah, kita malah harus membuang jauh-jauh orang yang tidak pernah mengkritik kita, karena kita tak akan mendapat manfaat apapun darinya. Kita juga sering mendengar: "Kritik itu tanda sayang. Pengkritik itu perhatian. Pengkritik ingin kita lebih baik." dan sebagainya. Memang mudah untuk diucapkan. Tapi dalam kenyataan, kita merasa bila teman kita mengkritik kita, berarti ia ingin berada di atas kita. Kita curiga dan penuh prasangka. Padahal, ia, teman kita, yang lebih tidak pintar, kaya, atau terkenal, daripada kita, yang pangkatnya lebih rendah daripada kita, dan mengkritik kita begitu sering tanpa or

Kalau Kita Menghukum Diri Sendiri

Kalau kita menghukum diri sendiri, dengan memblokade diri ketika ujian itu datang, dan tidak menyisakan celah sedikitpun untuk bergantung kepada selain Allah. Di situ kita tahu, kita mengimani, Allah Maha Berkehendak. Betapa mudahnya Allah bisa membuat kita terpeleset, jatuh, tersandung, terbentur, hancur, atau apapun. Dan mudah juga bagi-Nya untuk memberhasilkan kita. Dan di situ, dari blokade yang kita buat sendiri dari orang lain, tanpa toleransi, seluruh potensi kita akan keluar. Apa yang awalnya lupa jadi ingat, apa yang awalnya bingung jadi paham. Dan apapun hasilnya, itu membahagiakan, membanggakan, memuaskan. Itulah buah manis kemandirian. Bagaimana dengan Indonesia? Kalau dibilang mandiri, tidak juga. Tapi mungkin iya. Saya melihat dari diri sendiri. Saya mendengar orang yang bisa beli pesawat pribadi itu seolah lebih hebat daripada yang membuat. Atau orang lebih memilih menghabiskan uang untuk makan yang mahal-mahal padahal belum tentu enak dan bergizi, dan tentu saja l

Dulu Waktu Aku SD dan Anak SD Sekarang

Dulu waktu aku SD, tidak kenal apa itu nyontek. Anak SD sekarang, sudah pada jago nyontek. Dulu waktu aku SD, tahunya pacaran itu mewarnai kuku. Anak SD sekarang, sudah pintar cerita soal pacar dan cinta. Dulu waktu aku SD, tontonannya petualangan sherina, teletubbies, tom and jerry, power ranger, scooby doo, spongebob, dan kawan-kawan mereka sesama kartun. Anak SD sekarang, tontonannya sinetron dan acara musik. Dulu waktu aku SD, mainan itu ya main, sepedaan, petak umpet, gatheng, dan sejenisnya. Anak SD sekarang, main game, smsan, facebookan. Ini kemajuan atau kemunduran? Yuk kita kembalikan adik-adik kita menjadi manusia normal, tumbuh dan berkembang secara positif, sesuai dengan usianya. Kembalikan mereka ke bermain dan berteman, polos dan jujur. Seperti anak-anak.

Pendidikan di Indonesia yang...

Ada tulisan yang bagus sekali, tentang pendidikan di Indonesia. Benar-benar membuka mata dan membuat kita setuju. http://www.republika.co.id/berita/kolom/resonansi/13/05/04/mm94mo-yang-luput-dari-dunia-pendidikan-kita Dari tulisan itu, saya jadi penasaran. Apa yang sebenarnya diinginkan dari pendidikan di Indonesia? UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3 menyebutkan , "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang."  Pasal 31, ayat 5  menyebutkan, "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia." Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan