Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2013

Mengganti Hukuman Mati dan Penjara

Banyak orang yang ingin hukuman mati dihapus. Alasannya karena tidak manusiawi. Padahal, kalau jahatnya tidak keterlaluan di Indonesia tidak akan dijatuhi hukuman mati. Alasan lainnya, banyak negara yang sudah menghapus hukuman mati. Baik, kalau hukuman mati dihapus, lalu mau diganti apa? Kalau menurut saya sih, hapus saja hukuman penjara sekalian, lalu diganti dengan yang lain. Memangnya kalau dipenjra penjahatnya jadi apa? Iya kan? Ini ide saya, yang selalu aneh. Menurut saya sih, ganti saja hukuman-hukuman itu dengan kesempatan beramal baik. Maksudnya, kirim mereka ke daerah terpencil, terluar, tertinggal, agar mereka menjadi guru di sana. Jadi, hukuman penjara diganti dengan kesempatan mengajar. Kalau keluarga mau ikut? Boleh. Tanpa membawa apa-apa tentu saja.     Kemudian digaji negara sesuai gaji guru. Kan lumayan, mereka jadi berguna. Untuk kejahatan yang luar biasa seperti pembunuhan, korupsi dan kawan-kawan, pemerkosaan, dan gerombolan narkoba, mereka mengajar sampai sem

Putri-Putrian & Putri Sejati

Konyol juga kalau dipikir, perempuan harus meringis terus di atas panggung macam lumba-lumba saja. Dengan cara berjalan yang diatur-atur, saya yakin mereka tidak pernah membaca tulisan Ibu Kartini tentang sopan santun dan tata krama adat yang berlebihan. Sesuatu yang didobrak pemikiran modern Ibu Kartini. Menganggap kecantikan dan kedudukan di atas kebaikan dan kecerdasan, mereka sungguh tidak pernah membaca surat Ibu Kartini, namun mengaku Kartini masa kini. Menganggap Eropa lebih maju dalam memposisikan perempuan, padahal di sana tidak ada Ibu Kartini, Ibu Dewi Sartika, Ibu Laksamana Keumalahayati, Ibu Cut Nyak Dien, Ibu Cut Nyak Meutia, dan para perempuan hebat lainnya. Sementara perempuan Eropa yang banyak mereka kenal hanya dongeng seperti Cinderella, Putri Salju, Beauty and the Beast, Sleeping Beauty, dll yang kehebatan mereka berakhir dengan menikah dengan pangeran. Kecantikan, ketulusan, kebaikan hati, kemandirian, kecerdasan, dan semua potensi perempuan berakhir dengan menja

Kalau Saya Menjadi Menteri Pendidikan

Banyak orang yang bilang kalau dia jadi menteri pendidikan dia akan menghapus UN. Menurutku, ngapain? Biarkan saja UN tetap UN, tapi bukan penentu kelulusan seutuhnya. Banyak yang protes kenapa UN 20 paket soal. Tapi saya gemes kalau yang protes adalah anak yang langganan nyontek. Aturan itu dibuat gara-gara mereka. Dan itu bisa saja merugikan anak yang selalu jujur. Belajar apa, dapat soalnya apa. Mereka merasa tidak ya? Saya ingin pelajar yang calon koruptor itu merasa, bahwa merekalah sebab soal UN tidak hanya satu paket soal, percetakan UN dijaga ketat, ada pengawas UN, dll. Coba kalau semua pelajar jujur, mungkin biaya UN bisa sangat dihemat. Dari ratusan M bisa jadi hanya beberapa M. Hanya ada satu paket soal, tanpa pengawas, tanpa pengamanan ketat, hemat kan? Kalau saya jadi menteri pendidikan, saya akan buat UN sehemat-hematnya dan ala kadarnya. Saya akan memperhatikan yang lebih penting: kejujuran. Ya, saya akan mengubah standar akreditasi menjadi dua: kejujuran dan peningk

Harga BBM yang Bikin Gundah Gulana

Berapa kali harga BBM dibilang mau naik, eh akhirnya nggak jadi naik. Kenapa sih? Mengecewakan. Kalo udah bilang mau naik ya naik aja gitu. Berapa ratus perak kek. Kalo emang masih bingung naik enggaknya, ya enggak usah woro-woro dulu. Kenapa sih suka banget kalo ada ribut-ribut. Kan tinggal tiba-tiba naik gitu aja. Kenapa sih naiknya harus tiba-tiba berapa ribu gitu. Mending sebulan sekali naik seratus perak. Kan nggak bikin heboh. Suka banget sih sama rame-ramean. Kalo udah naik kenapa sih harus diturunin tuh harga. Mau naikin lagi repot kan? Heran deh.Seneng amat sama yang ribet-ribet. Gini nih kalo orang nggak mudeng ekonomi komentar soal ekonomi. Asal aja, orang nggak tahu apa apa juga. Nggak ngerti apa apa jadi dipikirnya simpel. Coba kalo pinter. Lima tahun cuma buat mikir harga BBM naik apa enggak. Naik ya naik aja. Nggak naik ya nggak naik aja. Tulisan apaan sih ini?

Karena Aku Berharga (Nasehat Ayah Untuk Putrinya Agar Menutup Aurat)

Siapa yang tak kenal Muhammad Ali? Petinju legendaris, dengan julukan “the Greatest” dengan gaya bertinju “kupu-kupu”-nya ini? Di balik kepiawaiannya dalam mengolah jab dan jotosan, ternyata pemahaman keislaman Muhammad Ali patut diteladani. Paling tidak, itulah yang tergambar dari buku karya salah seorang putrinya, Hana Yasmin Ali, yang berjudul: “More than a Hero” (Lebih dari sekedar Pahlawan). Berikut adalah salah satu cuplikan dari buku tersebut, di mana Muhammad Ali memberikan nasihat kepada putrinya tentang wanita yang shalihah, yang paling berharga dan hikmah mengenakan jilbab, menutup aurat, perhiasan wanita. “Ketika aku masih gadis remaja, belum beranjak sembilan atau sepuluh tahun, aku ingat saat pertama bertemu dengan ayahku setelah perceraiannya. Aku sungguh amat gembira dan tak sabar untuk segera sampai di Hotel Disneyland, Anaheim, California, di mana ia dan Lonnie—istrinya saat itu—sedang menginap. Jika aku tak salah mengingat, aku memakai kaos tank top mini berwan

Mensyukuri UN

Alhamdulillah, UN dimajukan, jadi liburnya duluan Alhamdulillah, UN diundur, belajar lagi, bisa lebih siap Alhamdulillah, UN diulang, dapat kesempatan kedua, hasil lebih baik Alhamdulillah, UN dihapus, belajar untuk yang lain Apapun yang terjadi, tetaplah bersyukur. Bersyukur nggak bikin apa yang udah kita miliki berkurang. Dengan bersyukur, nikmat kita bertambah. Dengan bersyukur, yang kurang jadi cukup bahkan lebih. Berprasangka baik sajalah, prasangka baik itu tidak pernah memperburuk keadaan. Alhamdulillah, soal UN menyenangkan sekali, lebih sulit dari tahun lalu. Berarti kita dianggap lebih pintar, dan belajar kita dianggap lebih berhasil daripada tahun lalu. Ini pujian dari tim pembuat soal untuk peserta UN yang ingin disampaikan. Alhamdulillah, soal UN 20 paket soal, semua jujur, hasilnya adil. Bukankah ini menyenangkan? Suasananya tenang, jiwa kompetitif dibangun. Bukankah tim pembuat soal telah begitu baik, menginginkan keadilan untuk setiap siswa, ingin menghilan

Ciri-Ciri Bertambah Pintar

Ini kata seorang bapak yang pintar. Siapa ya? Saya lupa. Yang jelas bukan bapak saya. Bapak itu berbicara pada sebuah acara yang saya juga lupa. Tapi saya ingat salah satu kalimatnya sepertinya menjelaskan begini. Kalau kamu bisa menertawakan hal-hal yang sudah terjadi dalam hidupmu, betapa bodoh dan anehnya tindakanmu, ucapanmu, tulisanmu, berarti kamu sudah bertambah pintar. Tapi kalau kamu mengagumi hal-hal yang sudah kamu capai, betapa hebatnya tindakanmu, ucapanmu, tulisanmu, di masa lalu, berarti kamu malah bertambah bodoh. Saat mendengarnya saya berpikir, saya harus mengingatnya agar saya tahu saya bertambah pintar atau bertambah bodoh. Menurut saya sih, pintar itu kemampuan yang dimiliki seseorang karena usaha yang telah dilakukannya. Nah lalu, apa gunanya pintar? Iya ya, apa gunanya pintar? Apa gunanya pintar ketika yang tidak pintar pun berhasil? Ada cerita yang mungkin persisnya tidak seperti ini. Tapi seingat saya artinya kurang lebih begini. Seorang teman yang ju

Sejarah: Apa Sebenarnya Sejarah Itu?

Saya hanya menikmati pelajaran sejarah 45 menit per pekan. Terlalu singkat bahkan sekadar untuk mengetahui apa sejarah itu. Saya tidak tahu bagaimana sejarah di lain negara. Bahkan sejarah di Indonesia saja saya belum paham. Berikut ini hal-hal yang membingungkan saya mengenai sejarah dan belum saya temukan jawabannya. Yang pertama: Sejarah itu fakta atau opini? Kata pelajaran bahasa Indonesia, hal yang sudah terjadi adalah fakta. Dan hal yang belum terjadi adalah opini. Sejarah sudah terjadi. Berarti sejarah adalah fakta. Tapi coba lihat kebingungan saya selanjutnya. Yang kedua: Sejarah itu objektif atau subjektif? Jawabannya adalah bisa subjektif bisa objektif. Subjektif sebagai kisah, objektif sebagai peristiwa. Berarti sejarah juga bisa mutlak atau absolut, bisa relatif. Ini kata pelajaran sejarah dulu kelas satu. Yang ketiga: Sejarah itu ilmu pasti atau ilmu tidak pasti? Sejarah adalah ilmu tidak pasti. Ya, setidaknya menurut saya, selama ini sejarah digolongkan tidak sebaga