Langsung ke konten utama

Aku, Hariku, Mimpiku

Aku mau kuliah. Aku pengen nabung dari sekarang. Yang paling penting sih nabung ilmu, nabung pengalaman, nabung temen, nabung prestasi. Kalo bisa sih nabung sangu. Kuliah kan mahal banget. Nggak bisa dikredit pula. Tapi kan kalo pinter kan semua jadi gampang. Aku inget dua tahun lalu. Pas aku lulus SMP. Aku nonton TV. Lagi ada berita tentang siswi SMA peraih nilai UN tertinggi nasional. Kenapa mesti perempuan, ya? Waktu itu yang nilai UN SMP tertinggi juga perempuan. Moga aja besok aku.Amin. Kalo nggak salah sih dia mau nerusin di kedokteran. Tapi masih mikir-mikir soalnya daftarnya mahal banget. Baru masuk aja kemarin aku liat di koran seratus juta. Kalo mau nabung dari sekarang kok kayaknya gimana ya. Jadi ngebayangin lemari penuh uang yang disimpen sampe jamuren, karatan, lumutan. Itu kalo buat beli motor udah dapet berapa. Namanya juga ilmu. Mahal. Belum lain-lainnya. Nah, ada banyak yang nelpon nawarin mau bantuin. Aku jadi pengen. Enak bener jadi orang pinter. Aku besok kalo kaya juga mau bantuin orang pinter ah biar bisa berguna bagi nusa bangsa dan dunia. Tapi sebelumnya aku mau jadi orang pinternya dulu. Sekali-sekali kan peraih nilai UN tertinggi dari Jogja. Biar gampang kalo mau kuliah. Entar bisa masuk mana aja.Orang tua juga nggak kecewa. Ni anak udah dirawat susah-susah akhirnya bisa pinter juga. Masak nggak pinter-pinter. Nggak seru lah. Sejak lair kok cuma jadi orang biasa terus, nilainya pas-pasan. Bosen lah, namanya juga orang muda. Bosen nasibnya gini terus. Sekali-sekali lah jadi orang yang luar biasa. Sekali-sekali lah nilainya 10. Masak 7 mulu. Bosen lah. Ya, untuk itu aku berencana mengurang tingkat keaktifan dalam kegiatan. Aku juga bosen jadi anak malas. Pengen ngerasain jadi anak alim dan rajin belajar, rajin berdoa dan beribadah. Bosen juga jadi orang gendut. Kayaknya kalo jadi orang kurus enak. Nggak makan tempat, nggak keberaten bawa badan. Kemaren pas donor darah aku nimbang berat badanku 57 lho. Lumayan tuh udah di bawah 60. Kirain naik ternyata malah turun. Padahal dulu pas dikirain turun ternyata malah naik banyak. Bosen juga jadi orang jelek. Masak muka kaya keset welcome habis dibuat ngelap teh tumpah terus diinjek-injek sepatu yang habis nyemplung sawah. Pokoknya menyusun hidup, menyambut hidup yang baru. Kesuksesan ada di depan mata. Sukses atau stress itu pilihan. Dan setiap orang bebas memilih.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Angka 100

Di usia blog yang sudah 100 post ini, mungkin bisa terbilang bagus lah. Memasuki bulan ke-10, post ke-100, dengan 795 pengunjung. Termasuk bagus untuk ukuran orang seperti saya :) Buat banyak orang, 100 melambangkan kesempurnaan. Melambangkan kepenuhan, kepadatan, kepastian, kecukupan. Buat pelajar, 100 adalah nilai maksimal yang sempurna tanpa cela sedikit pun. Dalam prosentase, 100% menunjukkan sepenuhnya, kepastian, keseluruhan. Tapi bagi blogger, 100 postingan bukan angka yang sempurna. Masih perlu banyak perbaikan dan perkembangan. Apalagi dalam keuangan. 100, terutama 100 rupiah adalah jumlah yang sangat sedikit. Walaupun untuk beberapa mata uang lain termasuk banyak. Tapi tidak ada kata puas dalam mengejar uang bukan? "Ini adalah postingan saya yang ke-100!" Sebuah titik tolak untuk mengembangkan blog ini. :| Blog ini tentunya masih berantakan sekali. :) Tadi waktu liat udah bikin 99 post jadi nemu inspirasi baru buat ngetik ini. Entah kenapa, mungkin post yang ke-100

TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi

ASMA KARIMAH TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi Tinta sejarah belum lagi kering menulis namanya, namun wanita-wanita negrinya sudah terbata-bata membaca cita-citanya. Kian hari emansipasi kian mirip saja dengan liberalisasi dan feminisasi . Sementara Kartini sesungguhnya semakin meninggalkan semuanya, dan ingin kembali kepada fitrahnya. Penerbit Hanifah buku muslimah dan keluarga Daftar Pustaka : Asma Karimah, TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi . Penerbit Hanifah, 1994 (cetakan kelima).

Egosentrisme dan Sudut Pengambilan Gambar

Egosentrisme adalah ketidakmampuan anak-anak yang masih berada pada tahap perkembangan sensori-motori (sekitar usia 2-6 tahun). Contohnya, anak itu belum bisa memahami kalau keempat gambar ini memiliki objek yang sama. [dari buku Santrock, Life Span Development. Teorinya Piaget] Orang dewasa yang secara teori perkembangan seharusnya sudah tidak egosentris, tentu tahu bahwa suatu realita yang sama bisa ditampilkan dengan beberapa cara yang berbeda. Saya sedang tertarik dengan foto demo. Di sini saya membantah kata-kata seorang teman yang saya sayang "yang tertarik buat ngelirik aksi cuma 'anak aksi' juga". Saya bukan anak aksi tapi saya suka pengen tau sama orang aksi. Kan kadang ada aksi yang nggak jelas pesan yang disampaikan itu apa. Bukannya aksi itu salah satu tujuannya juga meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat tentang persoalan itu ya? Lah kalo udah teriak-teriak, bawa banyak atribut, udah ada massa aksi yang dandan juga, tapi saya yang cukup