Langsung ke konten utama

Lulus Itu Bukan Prestasi

Lulus itu kewajiban, bukan prestasi. Dulu waktu aku belum kelas 3, aku melihat orang-orang yang merayakan kelulusannya dengan gegap gempita. Buat apa? Kalau dipikir-pikir, ungkapan syukur juga bukan. Memangnya kalau sudah lulus kenapa?

Lulus itu kewajiban, bukan prestasi. Karena lulus itu berarti: kamu harus berjuang lebih keras di medan yang lebih sulit dan menentukan. Lulus itu berarti: kamu sudah menyelesaikan kelas sebelumnya, saatnya untuk memulai kelas yang baru, kelas yang lebih sulit. Lulus itu berarti: akan ada tantangan yang lebih besar, dan mungkin kamu bisa melewatinya sebagaimana kamu bisa melewati tantangan sebelumnya yang lebih mudah.

Lulus itu kewajiban, bukan prestasi. Kita semua memang harus lulus. Kelulusan itu bukan sesuatu yang istimewa, ia hanya sebuah momentum seperti tahun tahun yang berganti. Lulus tidak lantas membuat seseorang berpuas diri.

Lulus itu kewajiban, bukan prestasi. Tapi dari kelulusan harus ada syukur yang diwujudkan. Syukur itu bukan kemeriahan dan hingar-bingar. Syukur itu usaha yang lebih keras lagi, semangat yang lebih tinggi, dan doa yang lebih ikhlas.

Lulus itu kewajiban, bukan prestasi. Tapi tetap harus disyukuri. Dan kita harus bisa membedakan bentuk-bentuk syukur dengan pelampiasan. Usaha yang dilakukan, doa doa, seharusnya tidak dilampiaskan dalam pesta, tapi dengan usaha dan doa juga, yang lebih lagi tentunya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Angka 100

Di usia blog yang sudah 100 post ini, mungkin bisa terbilang bagus lah. Memasuki bulan ke-10, post ke-100, dengan 795 pengunjung. Termasuk bagus untuk ukuran orang seperti saya :) Buat banyak orang, 100 melambangkan kesempurnaan. Melambangkan kepenuhan, kepadatan, kepastian, kecukupan. Buat pelajar, 100 adalah nilai maksimal yang sempurna tanpa cela sedikit pun. Dalam prosentase, 100% menunjukkan sepenuhnya, kepastian, keseluruhan. Tapi bagi blogger, 100 postingan bukan angka yang sempurna. Masih perlu banyak perbaikan dan perkembangan. Apalagi dalam keuangan. 100, terutama 100 rupiah adalah jumlah yang sangat sedikit. Walaupun untuk beberapa mata uang lain termasuk banyak. Tapi tidak ada kata puas dalam mengejar uang bukan? "Ini adalah postingan saya yang ke-100!" Sebuah titik tolak untuk mengembangkan blog ini. :| Blog ini tentunya masih berantakan sekali. :) Tadi waktu liat udah bikin 99 post jadi nemu inspirasi baru buat ngetik ini. Entah kenapa, mungkin post yang ke-100

TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi

ASMA KARIMAH TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi Tinta sejarah belum lagi kering menulis namanya, namun wanita-wanita negrinya sudah terbata-bata membaca cita-citanya. Kian hari emansipasi kian mirip saja dengan liberalisasi dan feminisasi . Sementara Kartini sesungguhnya semakin meninggalkan semuanya, dan ingin kembali kepada fitrahnya. Penerbit Hanifah buku muslimah dan keluarga Daftar Pustaka : Asma Karimah, TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi . Penerbit Hanifah, 1994 (cetakan kelima).

Egosentrisme dan Sudut Pengambilan Gambar

Egosentrisme adalah ketidakmampuan anak-anak yang masih berada pada tahap perkembangan sensori-motori (sekitar usia 2-6 tahun). Contohnya, anak itu belum bisa memahami kalau keempat gambar ini memiliki objek yang sama. [dari buku Santrock, Life Span Development. Teorinya Piaget] Orang dewasa yang secara teori perkembangan seharusnya sudah tidak egosentris, tentu tahu bahwa suatu realita yang sama bisa ditampilkan dengan beberapa cara yang berbeda. Saya sedang tertarik dengan foto demo. Di sini saya membantah kata-kata seorang teman yang saya sayang "yang tertarik buat ngelirik aksi cuma 'anak aksi' juga". Saya bukan anak aksi tapi saya suka pengen tau sama orang aksi. Kan kadang ada aksi yang nggak jelas pesan yang disampaikan itu apa. Bukannya aksi itu salah satu tujuannya juga meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat tentang persoalan itu ya? Lah kalo udah teriak-teriak, bawa banyak atribut, udah ada massa aksi yang dandan juga, tapi saya yang cukup