Langsung ke konten utama

Kesalahan Kita

Kesalahan kita adalah ketika kita mencoba menawar pada Allah. "Ya Allah, masak sih nggak boleh?" "Ya Allah, ini sebenarnya salah, tapi situasi dan kondisinya mendesak." Atau yaang lainnya. Kita menawar, padahal Allah tidak menawar. Mata kita dua, bukan satu. Telinga kita dua, bukan satu. Tangan kita dua, kaki kita dua, organ tubuh kita lengkap.

Kesalahan kita adalah ketika hati tidak lagi bisa digunakan. Tidak dapat membedakan mana yang baik mana yang buruk, serakah, tidak jujur, tidak percaya dan tidak dipercaya. Padahal hati adalah raja, yang memimpin tubuh kita. Kalau hati mati, tubuh akan kehilangan arah. Berantakan. Bagai kacang lupa kulitnya, sibuk tebar pesona, padahal di dalamnya kosong. Jika hati tidak ada, apakah ada yang bisa menuntun dan memandu kehidupan?

Kesalahan kita adalah jika kita berhenti membaca. Berhenti membaca ilmu. Dan berhenti membaca keadaan. Berhenti membaca orang lain. Karena membaca membuahkan pemahaman, dan pemahaman melahirkan kepedulian. Apa yang kita baca menentukan siapa kita. Jika kita tidak membaca, bukankah itu berarti kita bukan siapa-siapa?

Kesalahan kita adalah jika kita berhenti mendengar. Padahal, ia, mereka, yang berbicara pelan-pelan, meminta maaf terlebih dahulu, menyebutkan kesalahan kita, menawarkan solusi, dan bersedia membantu, melakukan karena cinta. Mereka, dia, bicara dengan sopan santun dan penuh hormat. Tapi kita memandang sebelah mata, menganggapnya tidak paham masalah, meemehkan solusi yang ditawarkannya, bahkan merasa di, mereka, melakukannya karena iri, atau ingin menggoyang posisi.

Kesalahan kita adalah bila kita merasa lebih dekat dengan-Nya dibanding orang lain, tapi kita tidak pernah menghadap-Nya, membaca firman-Nya, meneladani utusan-Nya. Kita merasa sudah benar karena nikmat-Nya selalu kita terima, lupa memikirkan bahwa itu ujian bagi kesyukuran.

Kesalahan kita, adalah bila kita merasa bahwa kita semua sama, sama-sama harus bisa nakal, sama-sama sebenarnya bandel, sama-sama punya banyak keburukan, tidakkah kita pernah berpikir bahwa begitu mudahnya seseorang terkenal karena kejelekannya? Dan begitu banyak orang tak dikenal yang berhati putih bersih?

Dan sebuah kesalahan jika menganggap kita yang salah. Bagaimana jika yang salah adalah diriku sendiri?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Angka 100

Di usia blog yang sudah 100 post ini, mungkin bisa terbilang bagus lah. Memasuki bulan ke-10, post ke-100, dengan 795 pengunjung. Termasuk bagus untuk ukuran orang seperti saya :) Buat banyak orang, 100 melambangkan kesempurnaan. Melambangkan kepenuhan, kepadatan, kepastian, kecukupan. Buat pelajar, 100 adalah nilai maksimal yang sempurna tanpa cela sedikit pun. Dalam prosentase, 100% menunjukkan sepenuhnya, kepastian, keseluruhan. Tapi bagi blogger, 100 postingan bukan angka yang sempurna. Masih perlu banyak perbaikan dan perkembangan. Apalagi dalam keuangan. 100, terutama 100 rupiah adalah jumlah yang sangat sedikit. Walaupun untuk beberapa mata uang lain termasuk banyak. Tapi tidak ada kata puas dalam mengejar uang bukan? "Ini adalah postingan saya yang ke-100!" Sebuah titik tolak untuk mengembangkan blog ini. :| Blog ini tentunya masih berantakan sekali. :) Tadi waktu liat udah bikin 99 post jadi nemu inspirasi baru buat ngetik ini. Entah kenapa, mungkin post yang ke-100

TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi

ASMA KARIMAH TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi Tinta sejarah belum lagi kering menulis namanya, namun wanita-wanita negrinya sudah terbata-bata membaca cita-citanya. Kian hari emansipasi kian mirip saja dengan liberalisasi dan feminisasi . Sementara Kartini sesungguhnya semakin meninggalkan semuanya, dan ingin kembali kepada fitrahnya. Penerbit Hanifah buku muslimah dan keluarga Daftar Pustaka : Asma Karimah, TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi . Penerbit Hanifah, 1994 (cetakan kelima).

Egosentrisme dan Sudut Pengambilan Gambar

Egosentrisme adalah ketidakmampuan anak-anak yang masih berada pada tahap perkembangan sensori-motori (sekitar usia 2-6 tahun). Contohnya, anak itu belum bisa memahami kalau keempat gambar ini memiliki objek yang sama. [dari buku Santrock, Life Span Development. Teorinya Piaget] Orang dewasa yang secara teori perkembangan seharusnya sudah tidak egosentris, tentu tahu bahwa suatu realita yang sama bisa ditampilkan dengan beberapa cara yang berbeda. Saya sedang tertarik dengan foto demo. Di sini saya membantah kata-kata seorang teman yang saya sayang "yang tertarik buat ngelirik aksi cuma 'anak aksi' juga". Saya bukan anak aksi tapi saya suka pengen tau sama orang aksi. Kan kadang ada aksi yang nggak jelas pesan yang disampaikan itu apa. Bukannya aksi itu salah satu tujuannya juga meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat tentang persoalan itu ya? Lah kalo udah teriak-teriak, bawa banyak atribut, udah ada massa aksi yang dandan juga, tapi saya yang cukup