Saudaraku, tidak pantas aku ucapkan untukmu: bersabarlah. Karena aku belum mengerti apa itu kesabaran, di saat engkau telah meniupkannya dalam setiap langkah.
Saudaraku, tidak layak aku menyemangatimu. Aku ini lemah, payah, berantakan. Tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan perjuanganmu yang pantang menyerah.
Saudaraku, malu aku mendoakanmu. Sebab engkau jauh lebih dekat pada Yang Maha Mengabulkan Doa daripada aku. Aku merasa rendah diri, sekaligus iri, dan tersindir luar biasa.
Lalu, apa yang bisa kulakukan untukmu? Agar engkau tahu, di hatiku tak hilang, kepedulian dan cinta yang mendalam. Juga segenap kekaguman dan rasa hormat.
Aku hanya bisa menitipkan air mata pada malam yang diam. Menitipkan kata-kata pada sunyi yang dingin. Dan membisikkan doa dalam gelap yang bercahaya.
Semoga Allaah memberkahi aku dan engkau, menetapkan hatiku dan hatimu agar mencintai kebenaran, dan menguatkan jiwaku dan jiwamu agar selalu memperjuangkannya.
Semoga kelak Allaah mempertemukan kita pada cita-cita yang tercapai dalam kebahagiaan yang abadi. Aamiin.
Di mana aku dan kau berleha-leha, menikmati sukses masing-masing. Aku hanya ingin bertemu denganmu sebentar saja, hanya untuk membuatmu tahu, aku menangis untukmu, tidak untuk seorang lainpun sebelummu.
Jika tidak bersedia mencintaiku, cukup ingatlah aku. Atau jangan lupakan pendapatku tentangmu: engkau mengangumkan, engkau menakjubkan, engkau mengesankan, engkau luar biasa!
------------------------------
Aku tidak percaya. Aku ini keras kepala. Tidak menangis. Malu tersedu. Tapi kali ini aku menitikkan air mata. Juga kemarin-kemarin. Dan entah sampai kapan. Inikah rasa? Nurani?
Mungkin karena tertohok begitu dalam, bagai bumi dan langit saat kualitas dibandingkan. Mungkin karena tersindir begitu tajam, melihatmu luar biasa habis kata-kata berusaha menggambarkan.
Mungkin karena nurani yang meski ditutupi selalu ada dengan kebaikan di dalamnya. Mungkin jiwa yang dalam gejolak masih bisa merasakan kebenaran. Atau mungkin hati yang berselimut noda tapi matanya tetap dapat melihat keadilan.
-------------------------------------------
Tidak ada puisi yang sanggup mendeskripsikan ini. Apalagi aku tak pandai berpuisi.
----------------------------------------------------------
Kebenaran yang kau bela dengan air mata
Keadilan yang kau perjuangkan dengan keringat
Kejujuran yang kau pertahankan dengan darah
Adalah cinta kami juga
Cinta dunia
---------------------------------------------------------------------
Bismillaah, semoga bermanfaat. Aamiin.
Saudaraku, tidak layak aku menyemangatimu. Aku ini lemah, payah, berantakan. Tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan perjuanganmu yang pantang menyerah.
Saudaraku, malu aku mendoakanmu. Sebab engkau jauh lebih dekat pada Yang Maha Mengabulkan Doa daripada aku. Aku merasa rendah diri, sekaligus iri, dan tersindir luar biasa.
Lalu, apa yang bisa kulakukan untukmu? Agar engkau tahu, di hatiku tak hilang, kepedulian dan cinta yang mendalam. Juga segenap kekaguman dan rasa hormat.
Aku hanya bisa menitipkan air mata pada malam yang diam. Menitipkan kata-kata pada sunyi yang dingin. Dan membisikkan doa dalam gelap yang bercahaya.
Semoga Allaah memberkahi aku dan engkau, menetapkan hatiku dan hatimu agar mencintai kebenaran, dan menguatkan jiwaku dan jiwamu agar selalu memperjuangkannya.
Semoga kelak Allaah mempertemukan kita pada cita-cita yang tercapai dalam kebahagiaan yang abadi. Aamiin.
Di mana aku dan kau berleha-leha, menikmati sukses masing-masing. Aku hanya ingin bertemu denganmu sebentar saja, hanya untuk membuatmu tahu, aku menangis untukmu, tidak untuk seorang lainpun sebelummu.
Jika tidak bersedia mencintaiku, cukup ingatlah aku. Atau jangan lupakan pendapatku tentangmu: engkau mengangumkan, engkau menakjubkan, engkau mengesankan, engkau luar biasa!
------------------------------
Aku tidak percaya. Aku ini keras kepala. Tidak menangis. Malu tersedu. Tapi kali ini aku menitikkan air mata. Juga kemarin-kemarin. Dan entah sampai kapan. Inikah rasa? Nurani?
Mungkin karena tertohok begitu dalam, bagai bumi dan langit saat kualitas dibandingkan. Mungkin karena tersindir begitu tajam, melihatmu luar biasa habis kata-kata berusaha menggambarkan.
Mungkin karena nurani yang meski ditutupi selalu ada dengan kebaikan di dalamnya. Mungkin jiwa yang dalam gejolak masih bisa merasakan kebenaran. Atau mungkin hati yang berselimut noda tapi matanya tetap dapat melihat keadilan.
-------------------------------------------
Tidak ada puisi yang sanggup mendeskripsikan ini. Apalagi aku tak pandai berpuisi.
----------------------------------------------------------
Kebenaran yang kau bela dengan air mata
Keadilan yang kau perjuangkan dengan keringat
Kejujuran yang kau pertahankan dengan darah
Adalah cinta kami juga
Cinta dunia
---------------------------------------------------------------------
Bismillaah, semoga bermanfaat. Aamiin.
Komentar
Posting Komentar