Kadang, kita memiliki kedekatan dengan seseorang dalam suatu lembaga. Bukan kedekatan biologis atau sosiologis, tapi kedekatan ideologis. Hubungan darah tidak ada, jarang berkomunikasi, tapi interaksi singkatnya hanya membicarakan sesuatu yang penting. Menurut saya, itu tanda ada persaudaraan ideologis. Beda dengan orang yang sering kita temui, sering kita sapa, tapi tidak pernah mebicarakan sesuatu yang penting. Komunikasinya "I-it". Misalnya petugas keamanan, petugas bis, pedagang, dan sebagainya.
Tapi suatu ketika kita mendapatkan kabar tentang orang ini. Dari orang lain. Entah kita pihak keberapa yang tahu, karena orang yang memberi tahu kita posisinya juga sama seperti kita. Rasa kurang menyenangkan itu pasti ada.
Atau tentang orang yang satu lembaga dengan kita. Kemudian ada "rahasia rumah tangga" lembaga yang berhubungan dengan dirinya. Kita tidak memiliki akses terhadap informasi itu, tapi pada suatu hari seseorang di luar lembaga memberitahukannya pada kita.
Kadang yang membuat perasaan jadi sedih itu karena informasinya bukan kabar biasa. Misalnya, sesuatu yang bersifat pribadi dari lembaga atau ketua lembaganya. Rasanya sulit digambarkan, bagaimana bisa informasi yang bahkan dijaga baik-baik pada teman sendiri sekalipun bisa bocor ke sembarang orang.
Pernah ada rasa gemas, bisa-bisanya seseorang begitu ceroboh. Misalnya, membuat informasi pribadinya tersebar bebas di publik. Atau membiarkan orang di luar lembaga menguping atau mengintip rahasia lembaga.
Rasa yang paling menyakitkan adalah, kalau memang sudah tersebar luas, mengapa tidak mengabarkannya pada teman-temannya sendiri? Bukankah akan lebih menyakitkan jika temannya tahu dari orang lain? Bukankah lebih tidak sehat ketika orang dalam lembaga justru tahu dari orang luar lembaga?
Tapi saya tahu, semua perasaan itu hanya iseng mampir lewat dalam hati saja. Maklum, saya kan kepo. Atau bahasa lainnya yang lebih manis, peduli dan perhatian. Padahal mereka adalah hal yang berbeda. Peduli dan perhatian itu solutif, kepo tidak.
Kemudian saya menemukan dua cerita fiksi yang dibuat oleh orang yang sama. Dua cerita fiksi itu punya kesamaan, tokoh utamanya sama-sama menyembunyikan banyak rahasia dari orang-orang yang sudah lama mengenalnya, orang-orang yang dia sayangi, dan orang-orang yang dekat dengannya. Tapi justru ada orang lain yang lebih mengenalnya. Orang lain yang baru saja dikenal.
Pasti sedih ketika mengetahuinya. Merasa dibohongi. Tapi apa masih waktunya kita memikirkan perasaan? Apakah masih sepenting itu perasaan buat kita?
Tidak memberi tahu bukan berarti tidak percaya. Kalau kata Pak Tere Liye, seorang penulis, dalam bukunya "Rembulan Tenggelan di Wajah-Mu", ada hal yang kita perlu tahu, ada yang tidak. Karena kadang, hal-hal dirahasiakan dari kita untuk melindungi kita dari tahu itu sendiri.
Dua cerita fiksi itu, "Magic Kaito" dan "Detective Conan".
:)
Tapi suatu ketika kita mendapatkan kabar tentang orang ini. Dari orang lain. Entah kita pihak keberapa yang tahu, karena orang yang memberi tahu kita posisinya juga sama seperti kita. Rasa kurang menyenangkan itu pasti ada.
Atau tentang orang yang satu lembaga dengan kita. Kemudian ada "rahasia rumah tangga" lembaga yang berhubungan dengan dirinya. Kita tidak memiliki akses terhadap informasi itu, tapi pada suatu hari seseorang di luar lembaga memberitahukannya pada kita.
Kadang yang membuat perasaan jadi sedih itu karena informasinya bukan kabar biasa. Misalnya, sesuatu yang bersifat pribadi dari lembaga atau ketua lembaganya. Rasanya sulit digambarkan, bagaimana bisa informasi yang bahkan dijaga baik-baik pada teman sendiri sekalipun bisa bocor ke sembarang orang.
Pernah ada rasa gemas, bisa-bisanya seseorang begitu ceroboh. Misalnya, membuat informasi pribadinya tersebar bebas di publik. Atau membiarkan orang di luar lembaga menguping atau mengintip rahasia lembaga.
Rasa yang paling menyakitkan adalah, kalau memang sudah tersebar luas, mengapa tidak mengabarkannya pada teman-temannya sendiri? Bukankah akan lebih menyakitkan jika temannya tahu dari orang lain? Bukankah lebih tidak sehat ketika orang dalam lembaga justru tahu dari orang luar lembaga?
Tapi saya tahu, semua perasaan itu hanya iseng mampir lewat dalam hati saja. Maklum, saya kan kepo. Atau bahasa lainnya yang lebih manis, peduli dan perhatian. Padahal mereka adalah hal yang berbeda. Peduli dan perhatian itu solutif, kepo tidak.
Kemudian saya menemukan dua cerita fiksi yang dibuat oleh orang yang sama. Dua cerita fiksi itu punya kesamaan, tokoh utamanya sama-sama menyembunyikan banyak rahasia dari orang-orang yang sudah lama mengenalnya, orang-orang yang dia sayangi, dan orang-orang yang dekat dengannya. Tapi justru ada orang lain yang lebih mengenalnya. Orang lain yang baru saja dikenal.
Pasti sedih ketika mengetahuinya. Merasa dibohongi. Tapi apa masih waktunya kita memikirkan perasaan? Apakah masih sepenting itu perasaan buat kita?
Tidak memberi tahu bukan berarti tidak percaya. Kalau kata Pak Tere Liye, seorang penulis, dalam bukunya "Rembulan Tenggelan di Wajah-Mu", ada hal yang kita perlu tahu, ada yang tidak. Karena kadang, hal-hal dirahasiakan dari kita untuk melindungi kita dari tahu itu sendiri.
Dua cerita fiksi itu, "Magic Kaito" dan "Detective Conan".
:)
Komentar
Posting Komentar