Ada sedikit rasa bersalah ketika saya mengetikkan kata lembaga lebih dulu daripada keluarga. Tapi lupakan saja soal itu. Ketika saya berusaha membaliknya pun, saya merasa itu menjadi judul yang kurang tepat.
Saya akhir semester lalu bertanya-tanya, mengapa kita harus merasa takut kekeluargaan kita menghambat profesionalisme? Pertanyaan itu telah terjawab. Tapi, saya memiliki pertanyaan yang lain sekarang. Dan lagi-lagi, di akhir semester. Akhir semester memang selalu mengesankan dan melibatkan begitu banyak perasaan. Pertanyaan itu adalah, mengapa mengkhawatirkan kurangnya rasa kekeluargaan dalam lembaga kita? Mengapa mempererat rasa kekeluargaan harus ada di atas meningkatkan kompetensi dan kapabiliitas diri dalam kinerjanya di lembaga?
Mungkin saya terlalu tak berperasaan, hingga berpikir bahwa profesionalitas di atas kekeluargaan. Tapi, apakah itu sepenuhnya salah? Bukankah ketika kita bergabung di lembaga, kita dari awal sudah tahu, ini bukan lembaga yang akan memberi keakraban anggota seperti komunitas minat bakat? Bukankah dari awal kita sudah tahu kalau lembaga ini ada untuk memberi manfaat pada orang lain?
Setidakberperasaan itukah saya? Tidak juga. Karena jawaban untuk pertanyaan "mengapa kita harus merasa takut kekeluargaan kita menghambat profesionalisme?" adalah "masak iya, untuk keluarga kita nggak ngasih yang terbaik?". Kita pasti akan memberikan yang terbaik untuk keluarga.
Tapi, bila kekeluargaan itu tidak muncul-muncul juga, biarkan saja. Untuk apa risau? Apakah ada, orang-orang yang berjuang bersama, gagal bersama, sukses bersama, bahagia bersama, sedih bersama, yang tidak akrab? Bukankah itu konon katanya tujuan dari outbond dan games? Membuat para peserta lebih kompak karena capek bersama, berusaha bersama, bekerja sama, menuju satu tujuan yang sama.
Mungkin saya memang terlalu kejam dan tidak berperasaan.
Saya akhir semester lalu bertanya-tanya, mengapa kita harus merasa takut kekeluargaan kita menghambat profesionalisme? Pertanyaan itu telah terjawab. Tapi, saya memiliki pertanyaan yang lain sekarang. Dan lagi-lagi, di akhir semester. Akhir semester memang selalu mengesankan dan melibatkan begitu banyak perasaan. Pertanyaan itu adalah, mengapa mengkhawatirkan kurangnya rasa kekeluargaan dalam lembaga kita? Mengapa mempererat rasa kekeluargaan harus ada di atas meningkatkan kompetensi dan kapabiliitas diri dalam kinerjanya di lembaga?
Mungkin saya terlalu tak berperasaan, hingga berpikir bahwa profesionalitas di atas kekeluargaan. Tapi, apakah itu sepenuhnya salah? Bukankah ketika kita bergabung di lembaga, kita dari awal sudah tahu, ini bukan lembaga yang akan memberi keakraban anggota seperti komunitas minat bakat? Bukankah dari awal kita sudah tahu kalau lembaga ini ada untuk memberi manfaat pada orang lain?
Setidakberperasaan itukah saya? Tidak juga. Karena jawaban untuk pertanyaan "mengapa kita harus merasa takut kekeluargaan kita menghambat profesionalisme?" adalah "masak iya, untuk keluarga kita nggak ngasih yang terbaik?". Kita pasti akan memberikan yang terbaik untuk keluarga.
Tapi, bila kekeluargaan itu tidak muncul-muncul juga, biarkan saja. Untuk apa risau? Apakah ada, orang-orang yang berjuang bersama, gagal bersama, sukses bersama, bahagia bersama, sedih bersama, yang tidak akrab? Bukankah itu konon katanya tujuan dari outbond dan games? Membuat para peserta lebih kompak karena capek bersama, berusaha bersama, bekerja sama, menuju satu tujuan yang sama.
Mungkin saya memang terlalu kejam dan tidak berperasaan.
Komentar
Posting Komentar