Ini kisah tentang seorang lelaki. Muhammad namanya. Ia pergi ke Thaif. Akan berdakwah di sana. Menyampaikan kebenaran, membuka indera dan akal masyarakat bahwa paganisme tak berdasar. Pencipta tak mungkin diciptakan. Maka Pencipta yang sesungguhnya adalah Allah yang memerintahkan manusia kepada kebaikan. Ia datang berdua saja dengan seorang anak muda.
Tetapi sesampainya di sana, ia disambut lemparan batu, bahkan oleh anak kecil. Dihujani pula dengan sebutan orang gila. Ia bahkan belum menyampaikan maksudnya. Ia baru datang saja. Ia tidak membawa apapun yang bisa membahayakan. Ia hanya datang ingin menyampaikan kebenaran, karena cinta di hatinya tidak tega melihat orang lain terjerumus dalam kesesatan.
Ia, berlari menghindari hujan batu, berdua. Berdarah luka di tubuhnya dari lempatan batu. Kakinya pun mengalirkan darah, tapi ia harus terus melangkah. Tertatih, perih, ia menjauh dari kerumunan massa pelempar batu yang telh melukainya dan sahabat mudanya.
Datanglah malaikat penjaga gunung yang marah, sedih melihat utusan Allah diperlakukan sedemikian rupa. Ia menawarkan menjatuhkan gunung ke Thaif jika diperbolehkan, untuk membalas perlakuan orang-orang yang tak berperasaan. Tapi apa jawabnya? Jangan! Itu karena mereka belum tahu.
Ya rasul Allah, semulia itu akhlakmu. Jika itu aku, mungkin sebelum malaikatnya datang, aku sudah berdoa meminta gunung ditimpakan pada penduduk kota.
Ini hanya sehari kisah dari 63 tahun hidupnya. Yang mungkin kusampaikan tidak tepat karen kemampuan menyusun kataku yang masih kurang. Tapi kisah yang ditulis selengkap apapun, tetap tak cukup untuk menggambarkan indahnya kenyataan. Karena kata sabar yang ditulis jutaan kalipun tak cukup menggambarkan seluar biasa apa kesabaran yang nyata itu.
Di akhir 12 Rabiul Awal 1435 H
Tetapi sesampainya di sana, ia disambut lemparan batu, bahkan oleh anak kecil. Dihujani pula dengan sebutan orang gila. Ia bahkan belum menyampaikan maksudnya. Ia baru datang saja. Ia tidak membawa apapun yang bisa membahayakan. Ia hanya datang ingin menyampaikan kebenaran, karena cinta di hatinya tidak tega melihat orang lain terjerumus dalam kesesatan.
Ia, berlari menghindari hujan batu, berdua. Berdarah luka di tubuhnya dari lempatan batu. Kakinya pun mengalirkan darah, tapi ia harus terus melangkah. Tertatih, perih, ia menjauh dari kerumunan massa pelempar batu yang telh melukainya dan sahabat mudanya.
Datanglah malaikat penjaga gunung yang marah, sedih melihat utusan Allah diperlakukan sedemikian rupa. Ia menawarkan menjatuhkan gunung ke Thaif jika diperbolehkan, untuk membalas perlakuan orang-orang yang tak berperasaan. Tapi apa jawabnya? Jangan! Itu karena mereka belum tahu.
Ya rasul Allah, semulia itu akhlakmu. Jika itu aku, mungkin sebelum malaikatnya datang, aku sudah berdoa meminta gunung ditimpakan pada penduduk kota.
Ini hanya sehari kisah dari 63 tahun hidupnya. Yang mungkin kusampaikan tidak tepat karen kemampuan menyusun kataku yang masih kurang. Tapi kisah yang ditulis selengkap apapun, tetap tak cukup untuk menggambarkan indahnya kenyataan. Karena kata sabar yang ditulis jutaan kalipun tak cukup menggambarkan seluar biasa apa kesabaran yang nyata itu.
Di akhir 12 Rabiul Awal 1435 H
Komentar
Posting Komentar