Langsung ke konten utama

Kisah Cinta Ayah dan Ibu

Aku tidak pernah tahu, seperti apa romantis itu. Ah, tentu saja karena aku terlalu muda. Terlalu kecil untuk tahu dan mengenal apa itu cinta. Yang aku tahu, cinta adalah apa yang dialami ayah dan ibu. Kalau menurut teorinya Stenberg, triangle of love, love = intimacy + passion + comitment.

Lalu, apa bentuk konketnya? Seperti apa yang bisa disebut cinta? Apakah ia adalah tebaran kata-kata manis yang tertabur begitu saja seperti dalam cerita? Ataukah ia peluk cium yang bisa dilakukan kapan saja di mana saja sepeti yang terlukis dalam layar kaca?

Tapi yang aku tahu, cinta jauh lebih sederhana daripada itu. Cinta itu, ketika ayah menjadikan dirinya tempat ibu bersandar, dan matanya basah mengetahui fisik ibu sedang tidak fit. Cinta itu, saat ibu memeluk ayah dan mengucapkan terima kasih. Cinta itu, ketika ayah dan ibu pergi berdua berboncengan, membeli buku "Sakinah Bersamamu".

Mungkin cinta itu seperti kisah di dalam buku itu. Cinta adalah jawaban atas pertanyaan seorang perempuan kepada suaminya, "Mengapa kita menikah, Bang?": Begitu tegas jawaban itu, begitulah cinta menjulang tegak: "Karena tanpamu, tak ada pernikahan bagiku."

Lalu buku itu kuletakkan jauh-jauh, tinggi-tinggi dari jangkauanku. Cover belakangnya aja semenggemaskan ini, ah, aku tidak mau membacanya dulu! Nanti aku bisa galau :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Angka 100

Di usia blog yang sudah 100 post ini, mungkin bisa terbilang bagus lah. Memasuki bulan ke-10, post ke-100, dengan 795 pengunjung. Termasuk bagus untuk ukuran orang seperti saya :) Buat banyak orang, 100 melambangkan kesempurnaan. Melambangkan kepenuhan, kepadatan, kepastian, kecukupan. Buat pelajar, 100 adalah nilai maksimal yang sempurna tanpa cela sedikit pun. Dalam prosentase, 100% menunjukkan sepenuhnya, kepastian, keseluruhan. Tapi bagi blogger, 100 postingan bukan angka yang sempurna. Masih perlu banyak perbaikan dan perkembangan. Apalagi dalam keuangan. 100, terutama 100 rupiah adalah jumlah yang sangat sedikit. Walaupun untuk beberapa mata uang lain termasuk banyak. Tapi tidak ada kata puas dalam mengejar uang bukan? "Ini adalah postingan saya yang ke-100!" Sebuah titik tolak untuk mengembangkan blog ini. :| Blog ini tentunya masih berantakan sekali. :) Tadi waktu liat udah bikin 99 post jadi nemu inspirasi baru buat ngetik ini. Entah kenapa, mungkin post yang ke-100

TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi

ASMA KARIMAH TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi Tinta sejarah belum lagi kering menulis namanya, namun wanita-wanita negrinya sudah terbata-bata membaca cita-citanya. Kian hari emansipasi kian mirip saja dengan liberalisasi dan feminisasi . Sementara Kartini sesungguhnya semakin meninggalkan semuanya, dan ingin kembali kepada fitrahnya. Penerbit Hanifah buku muslimah dan keluarga Daftar Pustaka : Asma Karimah, TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi . Penerbit Hanifah, 1994 (cetakan kelima).

Egosentrisme dan Sudut Pengambilan Gambar

Egosentrisme adalah ketidakmampuan anak-anak yang masih berada pada tahap perkembangan sensori-motori (sekitar usia 2-6 tahun). Contohnya, anak itu belum bisa memahami kalau keempat gambar ini memiliki objek yang sama. [dari buku Santrock, Life Span Development. Teorinya Piaget] Orang dewasa yang secara teori perkembangan seharusnya sudah tidak egosentris, tentu tahu bahwa suatu realita yang sama bisa ditampilkan dengan beberapa cara yang berbeda. Saya sedang tertarik dengan foto demo. Di sini saya membantah kata-kata seorang teman yang saya sayang "yang tertarik buat ngelirik aksi cuma 'anak aksi' juga". Saya bukan anak aksi tapi saya suka pengen tau sama orang aksi. Kan kadang ada aksi yang nggak jelas pesan yang disampaikan itu apa. Bukannya aksi itu salah satu tujuannya juga meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat tentang persoalan itu ya? Lah kalo udah teriak-teriak, bawa banyak atribut, udah ada massa aksi yang dandan juga, tapi saya yang cukup