Langsung ke konten utama

Ceritanya Belajar Mendeskripsikan Sesuatu

Sesosok tubuh itu berjalan tenang. Ia melangkah ringan dan sampai di depan sebuah ruangan. Dia berjongkok. Tangan kirinya menyelip di antara celah bawah pintu dan meraba-raba mencari sesuatu. Sedetik kemudian tangan itu sudah menggenggam kunci logam dan memasukkannya ke lubang kunci.

Cekrek. Cekrek.

Kunci diputar dua kali. Lalu tangannya meraih gagang pintu dan membukanya. Pintu terbuka diiringi suara gesekan. Pintu itu sudah terlalu tua meski masih tampak bagus.

Ruangan itu gelap total sebelum ia menyalakan lampu. Begitu lampu menyala, tampaklah ruangan kecil yang penuh dengan barang-barang. Dia mematikan lampu kembali, lalu menutup pintu dan menguncinya. Ia memasukkan kunci itu ke kantongnya dan mengambil hpnya. Dengan cahaya hp yang sudah ia redupkan, ia menyisir ruangan.

Rupanya tidak sulit untuk menemukan apa yang ia cari. Itu karena ruangan itu sangat rapi seperti habis dibereskan. Setelah mendapatkan apa yang ia cari, ia memasukkannya ke dalam ransel yang dipakainya. Dengan santai, ia meninggalkan tempat itu dalam kondisi sama dengan sebelumnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Angka 100

Di usia blog yang sudah 100 post ini, mungkin bisa terbilang bagus lah. Memasuki bulan ke-10, post ke-100, dengan 795 pengunjung. Termasuk bagus untuk ukuran orang seperti saya :) Buat banyak orang, 100 melambangkan kesempurnaan. Melambangkan kepenuhan, kepadatan, kepastian, kecukupan. Buat pelajar, 100 adalah nilai maksimal yang sempurna tanpa cela sedikit pun. Dalam prosentase, 100% menunjukkan sepenuhnya, kepastian, keseluruhan. Tapi bagi blogger, 100 postingan bukan angka yang sempurna. Masih perlu banyak perbaikan dan perkembangan. Apalagi dalam keuangan. 100, terutama 100 rupiah adalah jumlah yang sangat sedikit. Walaupun untuk beberapa mata uang lain termasuk banyak. Tapi tidak ada kata puas dalam mengejar uang bukan? "Ini adalah postingan saya yang ke-100!" Sebuah titik tolak untuk mengembangkan blog ini. :| Blog ini tentunya masih berantakan sekali. :) Tadi waktu liat udah bikin 99 post jadi nemu inspirasi baru buat ngetik ini. Entah kenapa, mungkin post yang ke-100

TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi

ASMA KARIMAH TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi Tinta sejarah belum lagi kering menulis namanya, namun wanita-wanita negrinya sudah terbata-bata membaca cita-citanya. Kian hari emansipasi kian mirip saja dengan liberalisasi dan feminisasi . Sementara Kartini sesungguhnya semakin meninggalkan semuanya, dan ingin kembali kepada fitrahnya. Penerbit Hanifah buku muslimah dan keluarga Daftar Pustaka : Asma Karimah, TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi . Penerbit Hanifah, 1994 (cetakan kelima).

Egosentrisme dan Sudut Pengambilan Gambar

Egosentrisme adalah ketidakmampuan anak-anak yang masih berada pada tahap perkembangan sensori-motori (sekitar usia 2-6 tahun). Contohnya, anak itu belum bisa memahami kalau keempat gambar ini memiliki objek yang sama. [dari buku Santrock, Life Span Development. Teorinya Piaget] Orang dewasa yang secara teori perkembangan seharusnya sudah tidak egosentris, tentu tahu bahwa suatu realita yang sama bisa ditampilkan dengan beberapa cara yang berbeda. Saya sedang tertarik dengan foto demo. Di sini saya membantah kata-kata seorang teman yang saya sayang "yang tertarik buat ngelirik aksi cuma 'anak aksi' juga". Saya bukan anak aksi tapi saya suka pengen tau sama orang aksi. Kan kadang ada aksi yang nggak jelas pesan yang disampaikan itu apa. Bukannya aksi itu salah satu tujuannya juga meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat tentang persoalan itu ya? Lah kalo udah teriak-teriak, bawa banyak atribut, udah ada massa aksi yang dandan juga, tapi saya yang cukup