Sumpah terharu. Pengen nangis. Jadi ingat kata-kata seorang teman, "yang paling tinggi bukan cinta, tapi ikhlas". Tentu yang dia maksud dengan yang saya maksud dengan kalimat itu berbeda. Atau mungkin persepsi kami sama, entahlah.
Yang paling tinggi bukan cinta, tapi ikhlas. Ya, menurut saya, ikhlas adalah cinta di atas cinta. Mengingatkan saya pada kisah seorang pemimpin yang adil, Umar bin Abdul Aziz. Dan kisah cintanya.
Umar bin Abdul Aziz jatuh cinta kepada seorang gadis. Namun, istrinya, Fatimah binti Abdul Malik tidak pernah mengizinkannya menikah lagi. Namun setelah Umar menjadi khalifah, Fatimah membawa gadis itu. Fatimah mengizinkan Umar untuk menikahinya, dengan maksud agar Umar lebih kuat dalam menjalani tugas pemerintahan yang melelahkan. Gadis itu rupanya juga mencintai khalifah Umar.
Namun, Khalifah Umar justru berkata, "Tidak. Ini tidak boleh terjadi. Saya benar-benar tidak merubah diri saya kalau saya kembali kepada dunia perasaan semacam itu." kayanya. Ia menolak izin yang diberikan oleh istrinya, sesuatu yang dahulu pernah ia minta.
Sebelum meninggalkan rumah Umar, gadis itu bertanya, "Umar, dulu kamu pernah mencintaiku. Tapi kemanakah cinta itu sekarang?" Umar bergetar haru, tapi kemudian ia menjawab, "Cinta itu masih tetap ada, bahkan kini perasaan itu menjadi semakin dalam..."
Ya, tidak ada cinta yang mati di sini. Ia menikahkan gadis itu dengan pemuda lain. Umar memenangkan cinta yang lain, cinta di atas cinta. Cinta yang lebih besar, lebih tinggi, lebih dalam, lebih suci, lebih agung, lebih murni, lebih tulus, dan lebih ikhlas, daripada cinta yang lain. (http://www.kisahteladan.com/2014/03/kisah-cinta-umar-bin-abdul-aziz.html)
Lalu, apakah ikhlas itu? Surah Al-Ikhlas artinya memurnikan keesaan Allah. Ikhlas itu melakukan sesuatu karena Allah. Ikhlas itu berkaitan dengan tauhid. Bukan soal sembunyi-sembunyi, bukan soal tidak dilihat orang lain. Ikhlas itu, melakukan sesuatu, karena Allah.
Ikhlas itu, cinta di atas cinta.
Yang paling tinggi bukan cinta, tapi ikhlas. Ya, menurut saya, ikhlas adalah cinta di atas cinta. Mengingatkan saya pada kisah seorang pemimpin yang adil, Umar bin Abdul Aziz. Dan kisah cintanya.
Umar bin Abdul Aziz jatuh cinta kepada seorang gadis. Namun, istrinya, Fatimah binti Abdul Malik tidak pernah mengizinkannya menikah lagi. Namun setelah Umar menjadi khalifah, Fatimah membawa gadis itu. Fatimah mengizinkan Umar untuk menikahinya, dengan maksud agar Umar lebih kuat dalam menjalani tugas pemerintahan yang melelahkan. Gadis itu rupanya juga mencintai khalifah Umar.
Namun, Khalifah Umar justru berkata, "Tidak. Ini tidak boleh terjadi. Saya benar-benar tidak merubah diri saya kalau saya kembali kepada dunia perasaan semacam itu." kayanya. Ia menolak izin yang diberikan oleh istrinya, sesuatu yang dahulu pernah ia minta.
Sebelum meninggalkan rumah Umar, gadis itu bertanya, "Umar, dulu kamu pernah mencintaiku. Tapi kemanakah cinta itu sekarang?" Umar bergetar haru, tapi kemudian ia menjawab, "Cinta itu masih tetap ada, bahkan kini perasaan itu menjadi semakin dalam..."
Ya, tidak ada cinta yang mati di sini. Ia menikahkan gadis itu dengan pemuda lain. Umar memenangkan cinta yang lain, cinta di atas cinta. Cinta yang lebih besar, lebih tinggi, lebih dalam, lebih suci, lebih agung, lebih murni, lebih tulus, dan lebih ikhlas, daripada cinta yang lain. (http://www.kisahteladan.com/2014/03/kisah-cinta-umar-bin-abdul-aziz.html)
Lalu, apakah ikhlas itu? Surah Al-Ikhlas artinya memurnikan keesaan Allah. Ikhlas itu melakukan sesuatu karena Allah. Ikhlas itu berkaitan dengan tauhid. Bukan soal sembunyi-sembunyi, bukan soal tidak dilihat orang lain. Ikhlas itu, melakukan sesuatu, karena Allah.
Ikhlas itu, cinta di atas cinta.
Hanifa
Komentar
Posting Komentar