Langsung ke konten utama

Tinggal Kenangan

Ya, semua ini tinggal kenangan. Semua antara kamu dan aku. Begitu cepatnya, begitu drastis dan mengejutkan. Terlalu menyakitkan untukku. Inikah akhir dari semuanya? Kedekatan kita, canda kita bersama, tawa kita berdua, perbincangan kita, tinggal mimpikah semua itu?

Apa atau siapa yang sebenarnya memisahkan kita? Seseorang? Bukan. Bukan siapapun. Jarak? Sepertinya tidak. Begitu dekat jarak antara kita. Dekat jika kita menyadarinya. Waktu? Sepertinya bukan. Kita punya banyak waktu untuk bertemu jika kita menginginkannya. Kesibukan? Mungkin ya, mungkin juga tidak. memang kita semua punya kesibukan masing-masing. Tapi ayolah, ini hanya sebentar. Sederhana sekali. Tidak bisakah diselipkan di antara setumpuk kesibukan? Mungkin kesenjangan. Bisa jadi iya, bisa jadi bukan. Tidakkah kamu sadar kalau kamu telah begitu banyak berubah? Tidakkah kamu tahu bila kamu sudah terlalu jauh?

Mungkin karena kita sudah tidak sejalur lagi. Kita memang sangat berbeda. Dan kamu telah menyadarinya. Tapi apakah itu berarti kita jauh? Haruskah kita berpisah hanya karena sebuah masalah sederhana yang selalu jadi bola salju: perbedaan. Memang, tidak semua perbedaan itu indah.

Tapi, lupakah kamu pada kebersamaan kita? Pertemuan kita? Gelak kita? Kelakar kita? Olok-olokan kita? Obrolan kita? Kedekatan kita? Tidak ingatkah kamu pada semuanya? Saat-saat singkat di hari kemarin yang kini terasa begitu jauh. Sesingkat itukah? Kini semua itu tinggal sebuah basa-basi singkat yang membosankan. Senyum, sapa, dan selesai. Hanya itu? Cuma begitu?

Ya, mungkin kamu lupa. Ya, mungkin kamu sudah berubah. Tapi aku tidak akan pernah lupa hal itu. Aku tidak pernah berubah. Kamulah yang kini berbeda.

Raihlah kebahagiaanmu. Ingatan tentang aku pasti sama sekali tidak penting untukmu. Aku masih di sini, tidak bersama masa lalu. Hanya melanjutkan semua yang telah aku lakukan kemarin dengan lebih berat lagi. Tanpa dirimu. Tanpa semangatmu, tanpa tawamu, tanpa candamu, tanpa motivasi darimu. Kini berantakan. Aku amat sangat membutuhkan bantuanmu. Untuk memperbaiki semua ini, setidaknya menemaniku menghadapi semuanya.

Tenang, aku tidak akan mengusikmu. Aku tidak berani mengganggu keasyikanmu. Aku tahu semua itu telah kamu buang dari segunung aktivitasmu.

Semua ini kini tinggal kenangan belaka. Terserahlah, aku mungkin membutuhkanmu. Tapi kamu tidak membutuhkan hal itu. Ya, tidak perlu. Buat apa? Dapat apa? Pentingkah? Membosankan, melelahkan, hanya menambah tugas, beban dan kesibukan.

Ya, ini bukan menyangkut aku. Bukan menyangkut kamu. Mungkin menyangkut beberapa orang. Bahkan banyak orang. Tapi sudahlah. Toh selama ini tanpamu semua tetap bisa berjalan. Ya, kamu benar. Jika kamu berpikir rasional pasti semua ini hanya membuang waktu, menjenuhkan, tidak ada untungnya sama sekali. Ya, bagimu semua ini hanya kegiatan pengisi waktu luang ketika tidak ada hal yang bisa dikerjakan.

Tapi aku akan tetap selalu menunggumu. Aku akan tetap selalu mengharapkanmu. Aku akan tetap selalu menantimu. Aku akan tetap selalu menyebutmu. Mencoba menyelipkannya dalam agenda hidupmu. Meski aku tahu itu percuma. Berusaha mengajakmu walau aku tahu sia-sia. Aku hanya ingin kedekatan itu. Luangkanlah waktumu sejenak, sisihkan kesibukanmu sesaat, dan hadirlah di sini. Percayalah, walaupun kecil tapi itu semua sangat berarti. Setidaknya untukku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Angka 100

Di usia blog yang sudah 100 post ini, mungkin bisa terbilang bagus lah. Memasuki bulan ke-10, post ke-100, dengan 795 pengunjung. Termasuk bagus untuk ukuran orang seperti saya :) Buat banyak orang, 100 melambangkan kesempurnaan. Melambangkan kepenuhan, kepadatan, kepastian, kecukupan. Buat pelajar, 100 adalah nilai maksimal yang sempurna tanpa cela sedikit pun. Dalam prosentase, 100% menunjukkan sepenuhnya, kepastian, keseluruhan. Tapi bagi blogger, 100 postingan bukan angka yang sempurna. Masih perlu banyak perbaikan dan perkembangan. Apalagi dalam keuangan. 100, terutama 100 rupiah adalah jumlah yang sangat sedikit. Walaupun untuk beberapa mata uang lain termasuk banyak. Tapi tidak ada kata puas dalam mengejar uang bukan? "Ini adalah postingan saya yang ke-100!" Sebuah titik tolak untuk mengembangkan blog ini. :| Blog ini tentunya masih berantakan sekali. :) Tadi waktu liat udah bikin 99 post jadi nemu inspirasi baru buat ngetik ini. Entah kenapa, mungkin post yang ke-100

TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi

ASMA KARIMAH TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi Tinta sejarah belum lagi kering menulis namanya, namun wanita-wanita negrinya sudah terbata-bata membaca cita-citanya. Kian hari emansipasi kian mirip saja dengan liberalisasi dan feminisasi . Sementara Kartini sesungguhnya semakin meninggalkan semuanya, dan ingin kembali kepada fitrahnya. Penerbit Hanifah buku muslimah dan keluarga Daftar Pustaka : Asma Karimah, TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi . Penerbit Hanifah, 1994 (cetakan kelima).

Egosentrisme dan Sudut Pengambilan Gambar

Egosentrisme adalah ketidakmampuan anak-anak yang masih berada pada tahap perkembangan sensori-motori (sekitar usia 2-6 tahun). Contohnya, anak itu belum bisa memahami kalau keempat gambar ini memiliki objek yang sama. [dari buku Santrock, Life Span Development. Teorinya Piaget] Orang dewasa yang secara teori perkembangan seharusnya sudah tidak egosentris, tentu tahu bahwa suatu realita yang sama bisa ditampilkan dengan beberapa cara yang berbeda. Saya sedang tertarik dengan foto demo. Di sini saya membantah kata-kata seorang teman yang saya sayang "yang tertarik buat ngelirik aksi cuma 'anak aksi' juga". Saya bukan anak aksi tapi saya suka pengen tau sama orang aksi. Kan kadang ada aksi yang nggak jelas pesan yang disampaikan itu apa. Bukannya aksi itu salah satu tujuannya juga meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat tentang persoalan itu ya? Lah kalo udah teriak-teriak, bawa banyak atribut, udah ada massa aksi yang dandan juga, tapi saya yang cukup