Kita harus mengingat kembali kisah lama yang dulu sempat menghiasi layar berita kita. Kisah tentang anak SD yang dipaksa oleh gurunya memberi contekan ke teman-temannya, tapi dan boleh memberitahukan perjanjian itu kepada siapapun. Lihatlah adik kita yang ganteng itu teman, dia menangis.
Lalu ibunya pun merekam diam-diam percakapan antara kepala sekolah dan "guru" (maaf pakai tanda petik kawan, dalam bahasa jawa guru itu singkatan dari "digugu lan ditiru" artinya "dipatuhi dan diteladani") serta kejadian nyontek berjama'ah (dosanya jadi 27 kali lipat nggak ya kalo yang beginian) di kelas.
Ibu itu hebat, dibeberkan kemana-mana kebenaran itu. Wajahnya menghiasi berita. Bagi yang sudah lupa, searching lah. Kita tidak boleh lupa ibu-anak pahlawan antikorupsi ini. Ini lho pahlawan sejati, bukan yang cuma ngomong tangkap koruptor tangkap koruptor lawan korupsi lawan korupsi doang tapi anaknya dibeliin kunci jawaban. Kalo yang beginian dosanya dikalilipatkan berapa ya? Ngomong tapi nggak ngelakuin.
Apa yang didapat pahlawan yang lahir dari rahim pahlawan itu saudara? Dikucilkan tetangga, dimusuhi teman, dicaci maki guru. Ya Allah, hasil mencuri dibilang prestasi, duit korupsi dianggap rejeki, ya kan korupsinya pelajar dengan mencontek, inikah tanda kiamat sudah dekat? Yang jelas kiamat makin dekat, nggak mungkin makin jauh.
Yang paling mengenaskan adalah, si "guru" itu lho. Coba bayangkan, ketika adik-adik kita yang masih SD diajari jadi koruptor. Padahal ketika kita masih SD kita tidak tahu mencontek itu apa. Apa-apaan ini? Mau jadi apa negara ini?
Ya Allah, mudah-mudahan mereka sekeluarga selalu dijaga dari dosa dan salah, hidupnya penuh berkah, dan khusnul khatimah. Ingin sekali si ibu berjilbab itu saya calonkan jadi menteri pendidikan. Mudah-mudahan bisa mencabut akar-akar korupsi. Kalau akarnya sudah tercabut, sebentar lagi juga mati.
Berharap sekali si anak yang super yang terlahir dari ibu yang tidak kalah super, yang akhlaknya seindah namanya, kelak bisa menjadi pemimpin yang luar biasa. Kalau dia menjadi guru, mudah-mudahan menjadi kepala sekolah yang menghapus mencontek. Kalau menjadi pejabat, semoga dapat memusnahan kecurangan dan menegakkan kejujuran, keadilan dan kebenaran.
Ketika yang curang dianggap biasa dan yang benar malah dimusuhi. Apa sih yang ada di kepala kepala sekolah, para guru, para orang tua murid, dan teman-teman si superhero kita ini? Apa ya hati dan akal sudah begitu tertutupnya, hingga tak dapat melihat mana yang benar dan mana yang salah?
Yuk kita ingat dan amalkan doa ini:
Mari kita semua, kaum muda, menyelamatkan masa depan Indonesia. Seperti nasehat Aa Gym: "Mulai dari diri sendiri, mulai dari yang kecil, mulai dari sekarang." Tidak ada kata terlambat untuk memulai. Kalau selama ini kita belum melihat superhero Indonesia yang superkeren, pede sajalah, barangkali kita semua sedang ditunggu dewasa untuk jadi pahlawan yang harum namanya.
Saya jadi ingat statement saya menyambut adik yang pulang dari UN SD: "Selalu jujur itu sudah cukup untuk menjadi syarat lulus SD. Tidak perlu nilai bagus-bagus, yang penting nilainya tidak nol." Kata adik saya sih, teman-temannya banyak yang bekerja sama ketika ujian.
Saya jadi berpikir, apa pengawas UN mahasiswa saja ya? Kan lebih muda lebih idealis sepertinya, jadi lebih tegas. Atau mungkin pengawas UN SD guru ya? "Guru" abal-abal kali ya. Heran, walaupun jumlah "guru" yang tidak baik jauh lebih sedikit, tapi murid yang tidak baik lebih banyak tuh.
Saya tidak setuju jika setiap anak diharuskan lulus UN. UN tetaplah UN yang hanya Ujian Nasional. Titik. Untuk lulus sekolah cukup tiga syarat: Jujur, santun, dan mau belajar. Baru untuk misalnya masuk perguruan tinggi tentu perlu seleksi soal-soal untuk menunjukkan minat dan bakat.
Tips menulis: Jika tulisan Anda macet di tengah jalan, searchinglah tema yang berbeda, bacalah berita soal itu, biarkan emosi Anda hidup, dan ide pun akan mengalir deras dan tulisan lancar. Pilih topik yang Anda suka ya.
Hikmah yang saya peroleh hari ini: Cara yang salah akan meraih hasil yang salah juga. Sistem yang menggunakan sarana yang keliru untuk mencapai tujuan, akan kecewa ketika dihadapkan pada kenyataan dimana hasil yang diperoleh berlawanan dengan tujuan. Mau bukti? Saya buktinya. Maaf, salah. Ini bukan iklan.
Hari ini, setelah melihat SKHU.
Arina Dina Hanifa
Lalu ibunya pun merekam diam-diam percakapan antara kepala sekolah dan "guru" (maaf pakai tanda petik kawan, dalam bahasa jawa guru itu singkatan dari "digugu lan ditiru" artinya "dipatuhi dan diteladani") serta kejadian nyontek berjama'ah (dosanya jadi 27 kali lipat nggak ya kalo yang beginian) di kelas.
Ibu itu hebat, dibeberkan kemana-mana kebenaran itu. Wajahnya menghiasi berita. Bagi yang sudah lupa, searching lah. Kita tidak boleh lupa ibu-anak pahlawan antikorupsi ini. Ini lho pahlawan sejati, bukan yang cuma ngomong tangkap koruptor tangkap koruptor lawan korupsi lawan korupsi doang tapi anaknya dibeliin kunci jawaban. Kalo yang beginian dosanya dikalilipatkan berapa ya? Ngomong tapi nggak ngelakuin.
Apa yang didapat pahlawan yang lahir dari rahim pahlawan itu saudara? Dikucilkan tetangga, dimusuhi teman, dicaci maki guru. Ya Allah, hasil mencuri dibilang prestasi, duit korupsi dianggap rejeki, ya kan korupsinya pelajar dengan mencontek, inikah tanda kiamat sudah dekat? Yang jelas kiamat makin dekat, nggak mungkin makin jauh.
Yang paling mengenaskan adalah, si "guru" itu lho. Coba bayangkan, ketika adik-adik kita yang masih SD diajari jadi koruptor. Padahal ketika kita masih SD kita tidak tahu mencontek itu apa. Apa-apaan ini? Mau jadi apa negara ini?
Ya Allah, mudah-mudahan mereka sekeluarga selalu dijaga dari dosa dan salah, hidupnya penuh berkah, dan khusnul khatimah. Ingin sekali si ibu berjilbab itu saya calonkan jadi menteri pendidikan. Mudah-mudahan bisa mencabut akar-akar korupsi. Kalau akarnya sudah tercabut, sebentar lagi juga mati.
Berharap sekali si anak yang super yang terlahir dari ibu yang tidak kalah super, yang akhlaknya seindah namanya, kelak bisa menjadi pemimpin yang luar biasa. Kalau dia menjadi guru, mudah-mudahan menjadi kepala sekolah yang menghapus mencontek. Kalau menjadi pejabat, semoga dapat memusnahan kecurangan dan menegakkan kejujuran, keadilan dan kebenaran.
Ketika yang curang dianggap biasa dan yang benar malah dimusuhi. Apa sih yang ada di kepala kepala sekolah, para guru, para orang tua murid, dan teman-teman si superhero kita ini? Apa ya hati dan akal sudah begitu tertutupnya, hingga tak dapat melihat mana yang benar dan mana yang salah?
Yuk kita ingat dan amalkan doa ini:
اَللَّÙ‡ُÙ…َّ Ø£َرِÙ†ِÙŠْ الْØَÙ‚َّ ØَÙ‚ًّاً ÙˆَارْزُÙ‚ْÙ†ِÙŠْ اتِّبَاعَÙ‡ُ ÙˆَØ£َرِÙ†ِÙŠْ الْبَاطِÙ„َ بَاطِلاً ÙˆَارْزُÙ‚ْÙ†ِÙŠْ اجْتِÙ†َابَÙ‡ُ. الْØَÙ…ْدُÙ„ِلهِ رَبِّ الْعَÙ„َÙ…ِينَ.
“Ya Allah, perlihatkanlah kepadaku, kebenaran itu sebagai suatu perkara yang benar, dan anugerahilah kepadaku kekuatan untuk mengikuti kebenaran itu. Dan perlihatkanlah kepadaku kesalahan itu sebagai suatu perkara yang salah dan anugerahilah kepadaku kekuatan untuk menjauhi kesalahan itu. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Amin”
Mari kita semua, kaum muda, menyelamatkan masa depan Indonesia. Seperti nasehat Aa Gym: "Mulai dari diri sendiri, mulai dari yang kecil, mulai dari sekarang." Tidak ada kata terlambat untuk memulai. Kalau selama ini kita belum melihat superhero Indonesia yang superkeren, pede sajalah, barangkali kita semua sedang ditunggu dewasa untuk jadi pahlawan yang harum namanya.
Saya jadi ingat statement saya menyambut adik yang pulang dari UN SD: "Selalu jujur itu sudah cukup untuk menjadi syarat lulus SD. Tidak perlu nilai bagus-bagus, yang penting nilainya tidak nol." Kata adik saya sih, teman-temannya banyak yang bekerja sama ketika ujian.
Saya jadi berpikir, apa pengawas UN mahasiswa saja ya? Kan lebih muda lebih idealis sepertinya, jadi lebih tegas. Atau mungkin pengawas UN SD guru ya? "Guru" abal-abal kali ya. Heran, walaupun jumlah "guru" yang tidak baik jauh lebih sedikit, tapi murid yang tidak baik lebih banyak tuh.
Saya tidak setuju jika setiap anak diharuskan lulus UN. UN tetaplah UN yang hanya Ujian Nasional. Titik. Untuk lulus sekolah cukup tiga syarat: Jujur, santun, dan mau belajar. Baru untuk misalnya masuk perguruan tinggi tentu perlu seleksi soal-soal untuk menunjukkan minat dan bakat.
Tips menulis: Jika tulisan Anda macet di tengah jalan, searchinglah tema yang berbeda, bacalah berita soal itu, biarkan emosi Anda hidup, dan ide pun akan mengalir deras dan tulisan lancar. Pilih topik yang Anda suka ya.
Hikmah yang saya peroleh hari ini: Cara yang salah akan meraih hasil yang salah juga. Sistem yang menggunakan sarana yang keliru untuk mencapai tujuan, akan kecewa ketika dihadapkan pada kenyataan dimana hasil yang diperoleh berlawanan dengan tujuan. Mau bukti? Saya buktinya. Maaf, salah. Ini bukan iklan.
Hari ini, setelah melihat SKHU.
Arina Dina Hanifa
Komentar
Posting Komentar