Langsung ke konten utama

Membaca yang Berbeda


Saya sejak SMP menjadi penikmat ketubiran kolom komentar berita. Saya ketika kelas dua selalu berdebat dengan teman di belakang saya soal berita apapun yang sedang ramai—dan saya selalu ambil pendapat berbeda dari dia, biar jadi debat. Saya suka menonton debat di TV, waktu itu tahun 2009 ada pemilu dan TV one muncul sebagai stasiun baru. Saya juga suka melihat debat di kaskus.

Selain karena sifat mengesalkan saya, saya lebih suka ketika informasi dari dua pihak sekaligus. Meskipun tidak bisa curiga, saya juga tidak bisa percaya begitu saja. Makanya, saya selalu berusaha objektif saat membaca sesuatu yang menjelek-jelekkan apa yang menurut saya baik dan yang menyalah-nyalahkan apa yang menurut saya benar. Bahkan saya suka sengaja mencari tulisan seperti itu. Untuk belajar. Bukankah kritikan itu bagai polesan yang meski kasar akan membuat kita makin berkilau?

Anehnya, saya jarang sekali berubah pikiran atau pendapat setiap membaca pendapat yang berlawanan dengan pendapat saya. Mulai dari yang penyampaiannya rasional dan ilmiah, sampai curhat-curhat emosional. Entah saya yang keras kepala dan berpikiran tertutup atau memang jarang menemukan argumen yang cukup kuat untuk meruntuhkan pendapat saya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Angka 100

Di usia blog yang sudah 100 post ini, mungkin bisa terbilang bagus lah. Memasuki bulan ke-10, post ke-100, dengan 795 pengunjung. Termasuk bagus untuk ukuran orang seperti saya :) Buat banyak orang, 100 melambangkan kesempurnaan. Melambangkan kepenuhan, kepadatan, kepastian, kecukupan. Buat pelajar, 100 adalah nilai maksimal yang sempurna tanpa cela sedikit pun. Dalam prosentase, 100% menunjukkan sepenuhnya, kepastian, keseluruhan. Tapi bagi blogger, 100 postingan bukan angka yang sempurna. Masih perlu banyak perbaikan dan perkembangan. Apalagi dalam keuangan. 100, terutama 100 rupiah adalah jumlah yang sangat sedikit. Walaupun untuk beberapa mata uang lain termasuk banyak. Tapi tidak ada kata puas dalam mengejar uang bukan? "Ini adalah postingan saya yang ke-100!" Sebuah titik tolak untuk mengembangkan blog ini. :| Blog ini tentunya masih berantakan sekali. :) Tadi waktu liat udah bikin 99 post jadi nemu inspirasi baru buat ngetik ini. Entah kenapa, mungkin post yang ke-100

TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi

ASMA KARIMAH TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi Tinta sejarah belum lagi kering menulis namanya, namun wanita-wanita negrinya sudah terbata-bata membaca cita-citanya. Kian hari emansipasi kian mirip saja dengan liberalisasi dan feminisasi . Sementara Kartini sesungguhnya semakin meninggalkan semuanya, dan ingin kembali kepada fitrahnya. Penerbit Hanifah buku muslimah dan keluarga Daftar Pustaka : Asma Karimah, TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi . Penerbit Hanifah, 1994 (cetakan kelima).

Egosentrisme dan Sudut Pengambilan Gambar

Egosentrisme adalah ketidakmampuan anak-anak yang masih berada pada tahap perkembangan sensori-motori (sekitar usia 2-6 tahun). Contohnya, anak itu belum bisa memahami kalau keempat gambar ini memiliki objek yang sama. [dari buku Santrock, Life Span Development. Teorinya Piaget] Orang dewasa yang secara teori perkembangan seharusnya sudah tidak egosentris, tentu tahu bahwa suatu realita yang sama bisa ditampilkan dengan beberapa cara yang berbeda. Saya sedang tertarik dengan foto demo. Di sini saya membantah kata-kata seorang teman yang saya sayang "yang tertarik buat ngelirik aksi cuma 'anak aksi' juga". Saya bukan anak aksi tapi saya suka pengen tau sama orang aksi. Kan kadang ada aksi yang nggak jelas pesan yang disampaikan itu apa. Bukannya aksi itu salah satu tujuannya juga meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat tentang persoalan itu ya? Lah kalo udah teriak-teriak, bawa banyak atribut, udah ada massa aksi yang dandan juga, tapi saya yang cukup