Langsung ke konten utama

Akhir dan Awal

Mid sudah selesai. Sekarang aku udah gak sering sakit perut lagi. Heran. Liat soal susah bukannya kepalanya tapi malah perutnya yang pusing.
Aku pengen nitip doa nih sama yang mau pergi haji. Biar jadi anak rajin.
Nilai PKN udah dibagiin. 45. ya, cinta Indonesia lah. yang lain dapet berapa? yang dapet 100 ada. parahnya. yang duduknya pada di belakangku nilainya pada 9, 95, malah keliatan kalo aku jujur. mana gak ada upah nulis lagi. tuh guru pelit amat. tapi gakpapalah, yang penting jadi anak baik. nilai bisa disulap sama takdir. soal terakhir itu. kalo pkn mah yang penting nilai sikap.
Moga aja yang lain nilainya bagus.
Males banget interview wisatawan mancanegara alias bule. bulenya berapa seangkatan berapa. boleh sama gak sih?kasian juga bule-bule yang di jogja besok. digangguin anak-anak sma.
Masih jengkel sama nilai pkn. Habis, apalan semua sih. Gak bisa dinalar, nggak bisa dilogika. padahal aku nggak suka sama hal-hal yang berbau hafalan. udah apalnya pas mepet, selesai ngerjain soal langsung lupa semua. rugi banget rasanya udah bersusah payah.
Yang kelas x pada pinter-pinter ya, cepet keluarnya. Cepet keluar itu berarti pinter apa gak dong blas sih sebenernya?
Ah, gak suka basa inggris. aku pengen memajukan indonesia, biar para pelajar indonesia nggak usah susah susah belajar bahasa jepang, bahasa jerman, bahasa inggris. biar seluruh dunia yang belajar bahasa Indonesia. biar nama-nama ilmiah yang aneh-aneh itu diganti bahasa Indonesia. Apa bahasa jawa. Biar bukan orang indonesia yang belajar hiragana, tapi seluruh dunia belajar aksara jawa. kan asik?
Aku gak pengen para pelajar Indonesia dianggap payah karena gak pinter berbahasa asing. biar semua orang sedunia yang belajar bahasa Indonesia, rebutan belajar di Indonesia, rebutan kerja di Indonesia. Tapi Indonesia harus maju dulu. Dan aku gak tau itu negatif ataupositif, yang jelas menurutku belajar bahasa asing itu menyusahkan sekali.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Angka 100

Di usia blog yang sudah 100 post ini, mungkin bisa terbilang bagus lah. Memasuki bulan ke-10, post ke-100, dengan 795 pengunjung. Termasuk bagus untuk ukuran orang seperti saya :) Buat banyak orang, 100 melambangkan kesempurnaan. Melambangkan kepenuhan, kepadatan, kepastian, kecukupan. Buat pelajar, 100 adalah nilai maksimal yang sempurna tanpa cela sedikit pun. Dalam prosentase, 100% menunjukkan sepenuhnya, kepastian, keseluruhan. Tapi bagi blogger, 100 postingan bukan angka yang sempurna. Masih perlu banyak perbaikan dan perkembangan. Apalagi dalam keuangan. 100, terutama 100 rupiah adalah jumlah yang sangat sedikit. Walaupun untuk beberapa mata uang lain termasuk banyak. Tapi tidak ada kata puas dalam mengejar uang bukan? "Ini adalah postingan saya yang ke-100!" Sebuah titik tolak untuk mengembangkan blog ini. :| Blog ini tentunya masih berantakan sekali. :) Tadi waktu liat udah bikin 99 post jadi nemu inspirasi baru buat ngetik ini. Entah kenapa, mungkin post yang ke-100

Egosentrisme dan Sudut Pengambilan Gambar

Egosentrisme adalah ketidakmampuan anak-anak yang masih berada pada tahap perkembangan sensori-motori (sekitar usia 2-6 tahun). Contohnya, anak itu belum bisa memahami kalau keempat gambar ini memiliki objek yang sama. [dari buku Santrock, Life Span Development. Teorinya Piaget] Orang dewasa yang secara teori perkembangan seharusnya sudah tidak egosentris, tentu tahu bahwa suatu realita yang sama bisa ditampilkan dengan beberapa cara yang berbeda. Saya sedang tertarik dengan foto demo. Di sini saya membantah kata-kata seorang teman yang saya sayang "yang tertarik buat ngelirik aksi cuma 'anak aksi' juga". Saya bukan anak aksi tapi saya suka pengen tau sama orang aksi. Kan kadang ada aksi yang nggak jelas pesan yang disampaikan itu apa. Bukannya aksi itu salah satu tujuannya juga meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat tentang persoalan itu ya? Lah kalo udah teriak-teriak, bawa banyak atribut, udah ada massa aksi yang dandan juga, tapi saya yang cukup

TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi

ASMA KARIMAH TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi Tinta sejarah belum lagi kering menulis namanya, namun wanita-wanita negrinya sudah terbata-bata membaca cita-citanya. Kian hari emansipasi kian mirip saja dengan liberalisasi dan feminisasi . Sementara Kartini sesungguhnya semakin meninggalkan semuanya, dan ingin kembali kepada fitrahnya. Penerbit Hanifah buku muslimah dan keluarga Daftar Pustaka : Asma Karimah, TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi . Penerbit Hanifah, 1994 (cetakan kelima).