Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

Pertarungan Dalam Keluarga

Sejak SD, saya ingin sekali membuat cerita pertarungan antara dua orang yang memiliki hubungan keluarga, dan tokoh protagonisnya yang lebih muda. Mengapa? Karena itu akan sangat emosional dan bikin nyesek, membuat cerita begitu berkesan dan membekas. Berikut ini kisah-kisah pertarungan dalam keluarga yang pernah saya baca: 1. Pejuang kemerdekaan vs mata-mata belanda Saya pernah membaca cerita, salah satu dialog tokohnya menceritakan secuplik kisah yang menurut saya pantas dijadikan cerita utama. Kisah ini menceritakan seorang anak laki-laki yang merupakan pejuang kemerdekaan mendapat tugas membunuh ayahnya yang mata-mata belanda. Tugas yang logis. Tapi kejam. Dan dia dengan jujurnya mengatakan itu pada ayahnya. 2. Pengusaha belanda vs santri pejuang Kalau yang ini ada di novel Bulan Mati di Javasche Oranje-nya Afifah Afra yang legend banget itu. Di akhir, Hamzah Ikhwani bertemu ayannya, William Rijkaard. Saat semua santri dan pengajar pesantrennya sudah terbunuh pasukan belan

Stereotype Film

1. Film Barat Kalo nggak adegan pacaran, ya bunuh-bunuhan. Tokoh utama dijamin selamat dan menang. 2. Film Korea Cowok kaya dan ganteng naksir cewek bokek tapi cantik dan baik hati. 3. Film Jepang Kalo film laga, perheronya gantian kenalan. Kalo film romantis, cowok hits suka sama cewek cupu. 4. Film Indonesia Rebutan pasangan, rebutan warisan, rebutan perusahaan yang nggak jelas kerjanya apa. 5. Film India Nari-nari, nyanyi-nyanyi, orang beda agama berantem, pendidikannya nggak humanis, polisinya suka pungli.

Setelah Melewati Waktu

Aku melakukan banyak kesalahan. Aku melewatkan banyak kesempatan. Tapi aku tidak pernah berharap satu kalipun bisa mengulang waktu. Itu dulu. Sekarang, setiap kali ada sesuatu yang kusesali atau kukesali dari diriku sendiri, aku selalu bertanya-tanya apa hikmahnya, apa maksudnya.

Dia Punya Kemewahan

Dia punya kemewahan. Jangan lihat kosnya yang murah dan sesak. Jangan lihat penampilannya yang kucel. Dia punya kemewahan. Dia punya sesuatu yang sangat mahal. Ditawar dengan harga tinggi. Dia punya kemewahan. Dia menolak tawarannya. Entah karena itu baginya salah. Atau karena ia memilih melakukan hal yang paling benar menurut prinsipnya. Dia punya kemewahan. Kemewahan anak muda. Idealisme. --------------------------------------------------------------------------------------------- Untuk semua anak muda yang memegang teguh prinsipnya.

Membaca yang Berbeda

Saya sejak SMP menjadi penikmat ketubiran kolom komentar berita. Saya ketika kelas dua selalu berdebat dengan teman di belakang saya soal berita apapun yang sedang ramai—dan saya selalu ambil pendapat berbeda dari dia, biar jadi debat. Saya suka menonton debat di TV, waktu itu tahun 2009 ada pemilu dan TV one muncul sebagai stasiun baru. Saya juga suka melihat debat di kaskus. Selain karena sifat mengesalkan saya, saya lebih suka ketika informasi dari dua pihak sekaligus. Meskipun tidak bisa curiga, saya juga tidak bisa percaya begitu saja. Makanya, saya selalu berusaha objektif saat membaca sesuatu yang menjelek-jelekkan apa yang menurut saya baik dan yang menyalah-nyalahkan apa yang menurut saya benar. Bahkan saya suka sengaja mencari tulisan seperti itu. Untuk belajar. Bukankah kritikan itu bagai polesan yang meski kasar akan membuat kita makin berkilau? Anehnya, saya jarang sekali berubah pikiran atau pendapat setiap membaca pendapat yang berlawanan dengan pendapat saya.

Kamu

Kamu menemaniku, mendengarkan aku. Kamu membuat ketakutanku luruh, kecemasanku pudar, penyesalanku runtuh, kesedihanku menyusut, dan kemarahanku surut. Kamu selalu ada untukku. Iya kan, kamu, diriku?

Takut dan Berani

"Hanifa mah nggak takut hantu, orang sama ***** aja nggak takut." Tengah malam, saya teringat kata-kata itu. Tersenyum lebar karenanya. Tertawa kecil mengenangnya. Kata-kata itu sangat berharga. Karena saya orang yang penakut. Saya takut pada banyak hal. Banyak sekali. Kalau hidup di film Divergent dan ikut inisiasi faksi Dauntless, pasti saya paling lama keluar dari ruang ketakutan. Saya merasa selalu menjadi anak penakut. Kata ibu saya, saya mulai menjadi penakut sejak tenggelam di kolam ikan tetangga. Saya tidak ingat pernah berani, meskipun diceritakan saya dulunya lincah sekali.  Yang ada dalam ingatan saya hanya ketakutan. Takut banyak hal. Penakut sekali, selalu ragu-ragu, tidak percaya diri, dan pasif.  Karena punya banyak ketakutan, saya selalu membisikkan dalam diri sendiri: “Orang yang pemberani bukan yang tidak punya ketakutan, tapi yang punya banyak ketakutan dan menghadapinya.” Kita tidak bisa memilih akan takut pada apa, tapi kita selalu bisa

Bertetangga Sampai Surga

Kita bertemu di masjid, di warung, di jalan. Kita bersama bicara, tertawa, bercanda, berdiskusi, berdebat. Kita menyapa, bersalaman. Kita melewati masa kecil, remaja, dan dewasa bersama. Aku tidak bisa mengatakan, bersamamu shalat terasa lebih ringan, tadarus terasa lebih semarak, pengajian terasa lebih meriah, dan obrolan terasa tak ada ujungnya. Kamulah orang yang selalu kurindukan tanpa perlu berjauhan.  Kita sudah bertetangga bertahun-tahun di dunia. Semoga kita juga bertetangga kelak di surga. Aku mencintaimu karena Allah.  Kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu.  Udah, nggak usah dihitung kamu-nya ada berapa. Kamu termasuk kok. 

Cinta Keluarga

Tidak ada cinta yang lebih sejati daripada cinta seorang ibu pada anaknya. Anaknya membuatnya kerepotan sembilan bulan, tapi dielusnya dengan sayang. Anaknya membuatnya kesakitan saat melahirkan, tapi dipeluknya dengan hangat. Anaknya membuatnya lelah harus bangun malam-malam, mengikuti polahnya siang-siang. Dengan sok kuat dan sok bisa, seorang ibu berusaha memberikan yang terbaik untuk anaknya. Dengan caranya. Tidak ada cinta yang lebih hakiki daripada cinta seorang ayah. Selalu ingin jadi pahlawan untuk anaknya. Sok bisa dan sok kuat juga. Menyuruh begini, melarang begitu, adalah caranya menunjukkan sayang. Ayah ingin melindungi kita. Ayah ingin anaknya menjalani hidup yang lebih mudah, lebih baik, dan lebih menyenangkan daripada hidupnya. Tidak ada cinta yang lebih murni daripada cinta seorang anak pada orang tuanya. Anak membutuhkan orang tuanya lebih daripada ia membutuhkan dokter yang mengobatinya, guru yang mengajarinya, atau hansip yang menjaga kompleknya. Orang tua lah al

Orang Hebat

Orang hebat itu, adalah mereka yang rela menanggung semua akibat kekeliruan orang lain yang tidak mereka kenal. Semata-mata karena ingin melindungi. Padahal mereka bisa membuka fakta sesungguhnya dan memilih lepas tangan begitu saja. Orang hebat itu, adalah mereka yang membela temannya di muka umum tanpa kehilangan kebijaksanaan. Lalu di kala mereka hanya berdua, dia mengkritik habis-habisan dengan bahasa yang tak kalah sopan. Orang hebat itu, adalah mereka yang tidak meletakkan kekayaan di dalam hati. Lalu tatkala orang menawarkan meletakkan kekayaan di tangan, tidak sedikitpun ia ingin meski belum memiliki. Karena dia punya kemewahannya anak muda: idealisme.

Orang-Orang Menggemaskan

Ada orang-orang hebat yang menyimpan kehebatannya dalam-dalam. Orang yang tinggal seatap belum tentu mengetahuinya. Dia hebat sekali, sungguh. Tapi kehebatannya harus ditutup rapat, dibuang kuncinya, lalu dilupakan. Untuk orang-orang seperti itu, merekalah yang paling tepat kamu tanya tentang keikhlasan.Untuk mereka, kita harus menahan gemas benar-benar untuk tidak membicarakan kehebatan mereka. Ada orang-orang hebat yang enggan menunjukkan kehebatannya. Seperti singa yang menyembunyikan taringnya. Seperti naga yang menyembunyikan apinya. Ini lebih menggemaskan lagi. Kamu ingin mereka jadi inspirasi, tapi mereka tak suka bercerita tentang kehebatannya sendiri. Mungkin kita perlu menjitak bersama orang-orang seperti ini. Jika yang sungguh hebat dipendam, yang akan tumbuh dan tersebar adalah mereka yang sok hebat dibuat-buat. Ada juga orang pemberani yang diam saja disebut penakut. Orang-orang mengecapnya berada di zona aman nan nyaman, padahal begitu dalam jurang yang dia lompati, b

Perjalanan dan Pertemuan

Aku menghargai setiap pertemuan kita. Karena kita tak pernah tahu apakah setelah itu akan ada pertemuan lagi. Jikapun bertemu lagi, akankah itu tetap sebagai teman, atau sebagai lawan. Karena serba ketidakpastian masa depan itulah, aku menghargai pertemuan kita. Yang sudah lama berlalu, atau yang baru saja terjadi. Aku juga menghargai perjalanan bersama kita. Apakah kita sedang bekerja sama, bertemu hampir tiap malam, menghabiskan semua tenaga yang masih ada setelah banyak aktivitas kita lakukan. Ataukah kita sedang mencari suasana baru, menyegarkan pikiran, memecah penat hati. Ataukah perjalanan bersama menuju suatu tempat. Aku selalu menyukai perjalanan. Singkat atau lama. Jauh atau dekat. Perjalanan selalu punya cerita. Dalam perjalanan, aku bisa bertemu denganmu. Dengan dia. Dengan mereka. Di perjalanan, aku bisa mendengarmu. Mendengar dia. Mendengar mereka. Belajar banyak hal baru. Menikmati olahraga otak. Tersenyum melihat jalanan, pepohonan, dan langit. Membaca tulisan yang