Langsung ke konten utama

Takut dan Berani

"Hanifa mah nggak takut hantu, orang sama ***** aja nggak takut."


Tengah malam, saya teringat kata-kata itu. Tersenyum lebar karenanya. Tertawa kecil mengenangnya. Kata-kata itu sangat berharga. Karena saya orang yang penakut.


Saya takut pada banyak hal. Banyak sekali. Kalau hidup di film Divergent dan ikut inisiasi faksi Dauntless, pasti saya paling lama keluar dari ruang ketakutan. Saya merasa selalu menjadi anak penakut. Kata ibu saya, saya mulai menjadi penakut sejak tenggelam di kolam ikan tetangga.

Saya tidak ingat pernah berani, meskipun diceritakan saya dulunya lincah sekali. Yang ada dalam ingatan saya hanya ketakutan. Takut banyak hal. Penakut sekali, selalu ragu-ragu, tidak percaya diri, dan pasif. 

Karena punya banyak ketakutan, saya selalu membisikkan dalam diri sendiri: “Orang yang pemberani bukan yang tidak punya ketakutan, tapi yang punya banyak ketakutan dan menghadapinya.” Kita tidak bisa memilih akan takut pada apa, tapi kita selalu bisa menentukan apakah akan menjadi berani atau tidak.

Saya tidak tahu menghadapi ketakutan itu seperti apa. Selama ini saya menghadapi ketakutan dengan berpura-pura berani. Saya pura-pura berani kegelapan dan kesepian. Saya menaiki tangga ke tempat yang tinggi meski kaki gemetaran dan tangan berpegangan pada induk tangga sepanjang jalan. Saya berbicara dan tertawa seolah tidak ada apa-apa walaupun kepala saya terasa pening.

Saya tidak bisa memperlihatkan ketakutan ketika orang-orang di sekitar saya takut. Saya tidak bisa memperlihatkan keminderan ketika orang-orang di sekitar saya minder.

Tapi saya tidak selalu bisa berpura-pura. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Angka 100

Di usia blog yang sudah 100 post ini, mungkin bisa terbilang bagus lah. Memasuki bulan ke-10, post ke-100, dengan 795 pengunjung. Termasuk bagus untuk ukuran orang seperti saya :) Buat banyak orang, 100 melambangkan kesempurnaan. Melambangkan kepenuhan, kepadatan, kepastian, kecukupan. Buat pelajar, 100 adalah nilai maksimal yang sempurna tanpa cela sedikit pun. Dalam prosentase, 100% menunjukkan sepenuhnya, kepastian, keseluruhan. Tapi bagi blogger, 100 postingan bukan angka yang sempurna. Masih perlu banyak perbaikan dan perkembangan. Apalagi dalam keuangan. 100, terutama 100 rupiah adalah jumlah yang sangat sedikit. Walaupun untuk beberapa mata uang lain termasuk banyak. Tapi tidak ada kata puas dalam mengejar uang bukan? "Ini adalah postingan saya yang ke-100!" Sebuah titik tolak untuk mengembangkan blog ini. :| Blog ini tentunya masih berantakan sekali. :) Tadi waktu liat udah bikin 99 post jadi nemu inspirasi baru buat ngetik ini. Entah kenapa, mungkin post yang ke-100

Egosentrisme dan Sudut Pengambilan Gambar

Egosentrisme adalah ketidakmampuan anak-anak yang masih berada pada tahap perkembangan sensori-motori (sekitar usia 2-6 tahun). Contohnya, anak itu belum bisa memahami kalau keempat gambar ini memiliki objek yang sama. [dari buku Santrock, Life Span Development. Teorinya Piaget] Orang dewasa yang secara teori perkembangan seharusnya sudah tidak egosentris, tentu tahu bahwa suatu realita yang sama bisa ditampilkan dengan beberapa cara yang berbeda. Saya sedang tertarik dengan foto demo. Di sini saya membantah kata-kata seorang teman yang saya sayang "yang tertarik buat ngelirik aksi cuma 'anak aksi' juga". Saya bukan anak aksi tapi saya suka pengen tau sama orang aksi. Kan kadang ada aksi yang nggak jelas pesan yang disampaikan itu apa. Bukannya aksi itu salah satu tujuannya juga meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat tentang persoalan itu ya? Lah kalo udah teriak-teriak, bawa banyak atribut, udah ada massa aksi yang dandan juga, tapi saya yang cukup

TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi

ASMA KARIMAH TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi Tinta sejarah belum lagi kering menulis namanya, namun wanita-wanita negrinya sudah terbata-bata membaca cita-citanya. Kian hari emansipasi kian mirip saja dengan liberalisasi dan feminisasi . Sementara Kartini sesungguhnya semakin meninggalkan semuanya, dan ingin kembali kepada fitrahnya. Penerbit Hanifah buku muslimah dan keluarga Daftar Pustaka : Asma Karimah, TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi . Penerbit Hanifah, 1994 (cetakan kelima).