Langsung ke konten utama

Aku Cinta Buku

Pernah nggak sih merasa kayak gini? Merasa sakit dan terkhianati. Entah karena apa.
Pernahkah merasa salah karena dianggap berbeda? Padahal setiap orang tak ada yang sama. Tapi hanya yang perbedaannya langka yang dianggap salah karena berbeda?
Berbeda itu biasa, perbedaan itu selalu ada. Itulah seni kehidupan ini, untuk saling peduli, saling mengerti dan memahami. Agar dapat bersimpati, memberikan empati.
Rasanya menyesal, keputusan yang diambil demi orang lain malah orang lain memberatkan dirinya karena maksud baik itu. Dia melepas kesempatan demi orang lain, tapi tidak mendapat apapun. Tidak dibantu dan tidak dipermudah, apalagi dihargai.

Rasanya sebel banget liat orang hura-hura. Beli pulsa dua kali sehari, beli baju sebulan sekali, jalan-jalan makan-makan seminggu sekali, rajin nonton, tapi beli buku cuma kalo disuruh dan diharuskan. Rasanya jengkel banget, setidak penting itukah jendela dunia bagi mereka? Seremeh itukah sumber ilmu di mata mereka? Seperti apa sih guru yang tak pernah marah buat mereka? Bagaimana ya pandangan mereka terhadap pembuka cakrawala dunia?
Apa di sini cuma sedikit orang yang pengen nambah ilmu, membuka wawasan, membangun peradapan, menambah pengetahuan? Berapa banyak orang, anak muda, orang kaya, yang beli buku karena alasan itu? Karena cinta pada bacaan, pada tulisan? Pada dunia keilmuan?
Kesel banget deh.

Aku inget banget dulu, beberapa bulan yang lalu, waktu ku ada toko buku. Ada ibu-ibu pemulung dengan pakaian kumuh dan membawa karung memasuki toko buku. Bukan untuk mengharap belas kasihan, tapi untuk membeli buku. Tangannya yang kurus dan keriput memegang-megang buku. Matanya menyoroti judul buku satu-persatu. Aku terharu. Terbayang olehku orang-orang kaya yang miskin ilmu, sungguh, menurutku ibu pemulung ini jauh lebih luar biasa.
Ibu pemulung itu bercerita sering membeli buku iqra' di situ. Dan kali ini ingin membeli lagi untuk anaknya. Ibu itu sungguh hebat, walaupun dengan penuh keterbatasan ingin anaknya bisa membaca Al-Qur'an.Ibu itu hebat sekali, mau menyisihkan uang untuk membeli buku.
Terkenang kejadian itu, selalu menitik air mataku.  Aku berdoa semoga ibu itu dan keluarganya diangkat derajatnya di dunia dan di akhirat. Semoga anak-anaknya menjadi anak-anak yang pandai, sholeh, sukses dunia akhirat dan berbakti kepada kedua orang tua.
Ibu itu pantas jadi orang kaya, pantas jadi orang sukses. Menyisihkan receh untuk membeli buku iqra'. Dari pada orang banyak uang, nggak pernah beli buku, nggak bisa baca Al-Qur'an? Ibu itu hebat, luar biasa. Semoga ibu itu dan keluarganya dikaruniai kesehatan, dan dianugerahi keberkahan. Semoga ibu pemulung itu beserta keluarganya selalu dirahmati Allah. Aamiin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Angka 100

Di usia blog yang sudah 100 post ini, mungkin bisa terbilang bagus lah. Memasuki bulan ke-10, post ke-100, dengan 795 pengunjung. Termasuk bagus untuk ukuran orang seperti saya :) Buat banyak orang, 100 melambangkan kesempurnaan. Melambangkan kepenuhan, kepadatan, kepastian, kecukupan. Buat pelajar, 100 adalah nilai maksimal yang sempurna tanpa cela sedikit pun. Dalam prosentase, 100% menunjukkan sepenuhnya, kepastian, keseluruhan. Tapi bagi blogger, 100 postingan bukan angka yang sempurna. Masih perlu banyak perbaikan dan perkembangan. Apalagi dalam keuangan. 100, terutama 100 rupiah adalah jumlah yang sangat sedikit. Walaupun untuk beberapa mata uang lain termasuk banyak. Tapi tidak ada kata puas dalam mengejar uang bukan? "Ini adalah postingan saya yang ke-100!" Sebuah titik tolak untuk mengembangkan blog ini. :| Blog ini tentunya masih berantakan sekali. :) Tadi waktu liat udah bikin 99 post jadi nemu inspirasi baru buat ngetik ini. Entah kenapa, mungkin post yang ke-100

Egosentrisme dan Sudut Pengambilan Gambar

Egosentrisme adalah ketidakmampuan anak-anak yang masih berada pada tahap perkembangan sensori-motori (sekitar usia 2-6 tahun). Contohnya, anak itu belum bisa memahami kalau keempat gambar ini memiliki objek yang sama. [dari buku Santrock, Life Span Development. Teorinya Piaget] Orang dewasa yang secara teori perkembangan seharusnya sudah tidak egosentris, tentu tahu bahwa suatu realita yang sama bisa ditampilkan dengan beberapa cara yang berbeda. Saya sedang tertarik dengan foto demo. Di sini saya membantah kata-kata seorang teman yang saya sayang "yang tertarik buat ngelirik aksi cuma 'anak aksi' juga". Saya bukan anak aksi tapi saya suka pengen tau sama orang aksi. Kan kadang ada aksi yang nggak jelas pesan yang disampaikan itu apa. Bukannya aksi itu salah satu tujuannya juga meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat tentang persoalan itu ya? Lah kalo udah teriak-teriak, bawa banyak atribut, udah ada massa aksi yang dandan juga, tapi saya yang cukup

TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi

ASMA KARIMAH TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi Tinta sejarah belum lagi kering menulis namanya, namun wanita-wanita negrinya sudah terbata-bata membaca cita-citanya. Kian hari emansipasi kian mirip saja dengan liberalisasi dan feminisasi . Sementara Kartini sesungguhnya semakin meninggalkan semuanya, dan ingin kembali kepada fitrahnya. Penerbit Hanifah buku muslimah dan keluarga Daftar Pustaka : Asma Karimah, TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi . Penerbit Hanifah, 1994 (cetakan kelima).