Langsung ke konten utama

Harga BBM nggak boleh naik!


Harga BBM nggak boleh naik! Bayangin kalo harga BBM naik, terus tarif ngebis juga naik, sementara uang saku tetep atau malah turun. Mau makan apaan coba? Mau bayar kas pake apa? Apalagi studi tur ke Bali. Bisa-bisa jadi sembilan ratus ribu.

Berita-berita yang beredar semakin lama semakin aneh aja dan bertentangan sama buku pelajaran. Katanya Indonesia kaya minyak, ekspor minyak kualitas baik, bukannya harusnya untung ya kalo harga minyak dunia naik? Apa minyaknya sekarang udah habis? Tapi masak ya minyak bumi sebanyak itu habis.

Kalo emang Indonesia udah nggak kaya minyak lagi repot juga ya. Harus ganti buku-buku pelajaran. Kasian yang buku pelajarannya dapet yang lama, isinya masih swasembada pangan, punya satelit palapa, punya pabrik pesawat, kaya minyak, negara agraris, kasian betul para pelajar yang dapat ilmu yang udah basi. Udah rasanya nggak enak, bisa bikin penyakit lagi.

Jadi inget lagu nasional Indonesia sejak dulu kala selalu dipuja-puja bangsa. Itu lagu bohong nggak ya? Kalo sejak dulu kala selalu dipuja-puja bangsa masak sekarang kayak gini? Kira-kira yang selalu dipuja-puja bangsa sejak dulu kala itu apanya ya?

Terserah deh harga BBM mau naik berapapun, mau seribu lima ratus kek, mau dua ribu kek, yang penting pelajar berseragam ngebisnya tetep seribu! Harus tetep seribu sampai uang sakuku naik! Hmm... para pejabat itu dulu pas SMA ke sekolahnya ngebis nggak ya?

Coba aku sekolah di desa-desa. Di desa-desa naik angkot pelajar berseragam cuma lima ratus. Betapa murahnya, sayang kayaknya di sana belum ada SMA. Seandainya angkot itu pindah jalur ke sini, tapi tarifnya tarif sana pasti laris manis. Kasian itu supir angkotnya kalo besok BBM naik. Nggak tega naikin tarif tapi juga kasian kalo rugi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Angka 100

Di usia blog yang sudah 100 post ini, mungkin bisa terbilang bagus lah. Memasuki bulan ke-10, post ke-100, dengan 795 pengunjung. Termasuk bagus untuk ukuran orang seperti saya :) Buat banyak orang, 100 melambangkan kesempurnaan. Melambangkan kepenuhan, kepadatan, kepastian, kecukupan. Buat pelajar, 100 adalah nilai maksimal yang sempurna tanpa cela sedikit pun. Dalam prosentase, 100% menunjukkan sepenuhnya, kepastian, keseluruhan. Tapi bagi blogger, 100 postingan bukan angka yang sempurna. Masih perlu banyak perbaikan dan perkembangan. Apalagi dalam keuangan. 100, terutama 100 rupiah adalah jumlah yang sangat sedikit. Walaupun untuk beberapa mata uang lain termasuk banyak. Tapi tidak ada kata puas dalam mengejar uang bukan? "Ini adalah postingan saya yang ke-100!" Sebuah titik tolak untuk mengembangkan blog ini. :| Blog ini tentunya masih berantakan sekali. :) Tadi waktu liat udah bikin 99 post jadi nemu inspirasi baru buat ngetik ini. Entah kenapa, mungkin post yang ke-100

Egosentrisme dan Sudut Pengambilan Gambar

Egosentrisme adalah ketidakmampuan anak-anak yang masih berada pada tahap perkembangan sensori-motori (sekitar usia 2-6 tahun). Contohnya, anak itu belum bisa memahami kalau keempat gambar ini memiliki objek yang sama. [dari buku Santrock, Life Span Development. Teorinya Piaget] Orang dewasa yang secara teori perkembangan seharusnya sudah tidak egosentris, tentu tahu bahwa suatu realita yang sama bisa ditampilkan dengan beberapa cara yang berbeda. Saya sedang tertarik dengan foto demo. Di sini saya membantah kata-kata seorang teman yang saya sayang "yang tertarik buat ngelirik aksi cuma 'anak aksi' juga". Saya bukan anak aksi tapi saya suka pengen tau sama orang aksi. Kan kadang ada aksi yang nggak jelas pesan yang disampaikan itu apa. Bukannya aksi itu salah satu tujuannya juga meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat tentang persoalan itu ya? Lah kalo udah teriak-teriak, bawa banyak atribut, udah ada massa aksi yang dandan juga, tapi saya yang cukup

TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi

ASMA KARIMAH TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi Tinta sejarah belum lagi kering menulis namanya, namun wanita-wanita negrinya sudah terbata-bata membaca cita-citanya. Kian hari emansipasi kian mirip saja dengan liberalisasi dan feminisasi . Sementara Kartini sesungguhnya semakin meninggalkan semuanya, dan ingin kembali kepada fitrahnya. Penerbit Hanifah buku muslimah dan keluarga Daftar Pustaka : Asma Karimah, TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi . Penerbit Hanifah, 1994 (cetakan kelima).