Langsung ke konten utama

Kalau Saya Menjadi Menteri Pendidikan

Banyak orang yang bilang kalau dia jadi menteri pendidikan dia akan menghapus UN. Menurutku, ngapain? Biarkan saja UN tetap UN, tapi bukan penentu kelulusan seutuhnya.
Banyak yang protes kenapa UN 20 paket soal. Tapi saya gemes kalau yang protes adalah anak yang langganan nyontek. Aturan itu dibuat gara-gara mereka. Dan itu bisa saja merugikan anak yang selalu jujur. Belajar apa, dapat soalnya apa. Mereka merasa tidak ya?
Saya ingin pelajar yang calon koruptor itu merasa, bahwa merekalah sebab soal UN tidak hanya satu paket soal, percetakan UN dijaga ketat, ada pengawas UN, dll. Coba kalau semua pelajar jujur, mungkin biaya UN bisa sangat dihemat. Dari ratusan M bisa jadi hanya beberapa M. Hanya ada satu paket soal, tanpa pengawas, tanpa pengamanan ketat, hemat kan?
Kalau saya jadi menteri pendidikan, saya akan buat UN sehemat-hematnya dan ala kadarnya. Saya akan memperhatikan yang lebih penting: kejujuran. Ya, saya akan mengubah standar akreditasi menjadi dua: kejujuran dan peningkatan. Tetap dengan prinsip A=selalu B=sering C=kadang D=jarang dan E=tidak pernah, atau E=1-20% D=21-40% C=41-60% B=61-80% dan A=81-100%. Untuk yang 0% sekolah terakreditasi F, spesial.
Yang pertama, kejujuran. Tetapi yang dinilai kejujurannya adalah "ulangan kelas 5, 8, 11". Tentu saja tanpa diberi tahu terlebih dahulu. Jadi dadakan, agar terlihat aslinya.
Yang kedua adalah peningkatan. Ada peningkatan prestasi baik dalam pelajaran maupun ekstrakurikuler dan organisasi. Ya, yang penting meningkat sedikit-sedikit, stabil lah. Selain itu, juga harus ada peningkatan kedisiplinan, tanggung jawab, kompetitif, sopan santun, ibadah, empati, semangat, tekun, berpikir positif, dll.
Mungkin ditambah aturan kalau lulusan sekolah yang berakreditasi A terus selama SD SMP SMA lebih dihargai misalnya melamar jadi pegawai negeri atau mungkin jadi pejabat lebih dimudahkan.
Menurut saya, dua hal itu cukup untuk menilai seberapa kualitas sekolah. Orang yang jujur adalah orang yang pintar dan beriman. Karena percaya pada Allah dan Rasul-Nya bahwa kejujuran akan membawa pada kebaikan dan kebaikan akan membawa ke surga sementara kebohongan akan membawa pada keburukan dan keburukan akan membawa ke neraka. Setiap orang kan tidak akan bercita-cita ada di neraka?
Sungguh indah jika semua orang berlomba untuk jujur, berlomba untuk baik, berlomba untuk surga.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Angka 100

Di usia blog yang sudah 100 post ini, mungkin bisa terbilang bagus lah. Memasuki bulan ke-10, post ke-100, dengan 795 pengunjung. Termasuk bagus untuk ukuran orang seperti saya :) Buat banyak orang, 100 melambangkan kesempurnaan. Melambangkan kepenuhan, kepadatan, kepastian, kecukupan. Buat pelajar, 100 adalah nilai maksimal yang sempurna tanpa cela sedikit pun. Dalam prosentase, 100% menunjukkan sepenuhnya, kepastian, keseluruhan. Tapi bagi blogger, 100 postingan bukan angka yang sempurna. Masih perlu banyak perbaikan dan perkembangan. Apalagi dalam keuangan. 100, terutama 100 rupiah adalah jumlah yang sangat sedikit. Walaupun untuk beberapa mata uang lain termasuk banyak. Tapi tidak ada kata puas dalam mengejar uang bukan? "Ini adalah postingan saya yang ke-100!" Sebuah titik tolak untuk mengembangkan blog ini. :| Blog ini tentunya masih berantakan sekali. :) Tadi waktu liat udah bikin 99 post jadi nemu inspirasi baru buat ngetik ini. Entah kenapa, mungkin post yang ke-100

Egosentrisme dan Sudut Pengambilan Gambar

Egosentrisme adalah ketidakmampuan anak-anak yang masih berada pada tahap perkembangan sensori-motori (sekitar usia 2-6 tahun). Contohnya, anak itu belum bisa memahami kalau keempat gambar ini memiliki objek yang sama. [dari buku Santrock, Life Span Development. Teorinya Piaget] Orang dewasa yang secara teori perkembangan seharusnya sudah tidak egosentris, tentu tahu bahwa suatu realita yang sama bisa ditampilkan dengan beberapa cara yang berbeda. Saya sedang tertarik dengan foto demo. Di sini saya membantah kata-kata seorang teman yang saya sayang "yang tertarik buat ngelirik aksi cuma 'anak aksi' juga". Saya bukan anak aksi tapi saya suka pengen tau sama orang aksi. Kan kadang ada aksi yang nggak jelas pesan yang disampaikan itu apa. Bukannya aksi itu salah satu tujuannya juga meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat tentang persoalan itu ya? Lah kalo udah teriak-teriak, bawa banyak atribut, udah ada massa aksi yang dandan juga, tapi saya yang cukup

TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi

ASMA KARIMAH TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi Tinta sejarah belum lagi kering menulis namanya, namun wanita-wanita negrinya sudah terbata-bata membaca cita-citanya. Kian hari emansipasi kian mirip saja dengan liberalisasi dan feminisasi . Sementara Kartini sesungguhnya semakin meninggalkan semuanya, dan ingin kembali kepada fitrahnya. Penerbit Hanifah buku muslimah dan keluarga Daftar Pustaka : Asma Karimah, TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi . Penerbit Hanifah, 1994 (cetakan kelima).