Langsung ke konten utama

Nasehat Ibu Tentang Kritik

Kritik yang pedas, justru itulah yang melezatkan masakan, seperti sambal. Rasanya disukai banyak orang, membuat orang-orang menambah porsi makannya. Menyehatkan juga. Tidak seperti gula yang manis, menyembunyikan penyakit.

Tentu kita sudah sering mendengar nasehat berikut: "Kita tidak akan memperoleh apa-apa dari orang yang selalu setuju dengan kita." Ya karena itulah, kita malah harus membuang jauh-jauh orang yang tidak pernah mengkritik kita, karena kita tak akan mendapat manfaat apapun darinya.

Kita juga sering mendengar: "Kritik itu tanda sayang. Pengkritik itu perhatian. Pengkritik ingin kita lebih baik." dan sebagainya. Memang mudah untuk diucapkan. Tapi dalam kenyataan, kita merasa bila teman kita mengkritik kita, berarti ia ingin berada di atas kita. Kita curiga dan penuh prasangka.

Padahal, ia, teman kita, yang lebih tidak pintar, kaya, atau terkenal, daripada kita, yang pangkatnya lebih rendah daripada kita, dan mengkritik kita begitu sering tanpa orang lain tahu, adalah dia yang sakit hatinya bila kita dicela, dan membela bila kita difitnah. Dia telah mendukung kita habis-habisan tanpa kita sadar.

Bukalah mata, kenalilah sebanyak mungkin manusia. Dengan begitu, kita akan menjadi lebih maju. Awal kemunduran adalah saat kita hanya betemu dengan orang yang selalu setuju dengan kita, dan itu membuat kita merasa sebagian besar manusia juga setuju dengan kita, dan itu membuat kita curiga pada kritikan.

:)

Ibu kita tahu banyak hal dari pengalaman, lebih banyak dari yang kita duga. Karena itu kita harus banyak mengingat-ingat nasehat yang beliau berikan baik yang tersurat maupun tersirat. Bahkan dalam sikap dan pendapat beliau pun, ada pesan kebaikan yang ingin beliau sampaikan pada anaknya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Angka 100

Di usia blog yang sudah 100 post ini, mungkin bisa terbilang bagus lah. Memasuki bulan ke-10, post ke-100, dengan 795 pengunjung. Termasuk bagus untuk ukuran orang seperti saya :) Buat banyak orang, 100 melambangkan kesempurnaan. Melambangkan kepenuhan, kepadatan, kepastian, kecukupan. Buat pelajar, 100 adalah nilai maksimal yang sempurna tanpa cela sedikit pun. Dalam prosentase, 100% menunjukkan sepenuhnya, kepastian, keseluruhan. Tapi bagi blogger, 100 postingan bukan angka yang sempurna. Masih perlu banyak perbaikan dan perkembangan. Apalagi dalam keuangan. 100, terutama 100 rupiah adalah jumlah yang sangat sedikit. Walaupun untuk beberapa mata uang lain termasuk banyak. Tapi tidak ada kata puas dalam mengejar uang bukan? "Ini adalah postingan saya yang ke-100!" Sebuah titik tolak untuk mengembangkan blog ini. :| Blog ini tentunya masih berantakan sekali. :) Tadi waktu liat udah bikin 99 post jadi nemu inspirasi baru buat ngetik ini. Entah kenapa, mungkin post yang ke-100

Egosentrisme dan Sudut Pengambilan Gambar

Egosentrisme adalah ketidakmampuan anak-anak yang masih berada pada tahap perkembangan sensori-motori (sekitar usia 2-6 tahun). Contohnya, anak itu belum bisa memahami kalau keempat gambar ini memiliki objek yang sama. [dari buku Santrock, Life Span Development. Teorinya Piaget] Orang dewasa yang secara teori perkembangan seharusnya sudah tidak egosentris, tentu tahu bahwa suatu realita yang sama bisa ditampilkan dengan beberapa cara yang berbeda. Saya sedang tertarik dengan foto demo. Di sini saya membantah kata-kata seorang teman yang saya sayang "yang tertarik buat ngelirik aksi cuma 'anak aksi' juga". Saya bukan anak aksi tapi saya suka pengen tau sama orang aksi. Kan kadang ada aksi yang nggak jelas pesan yang disampaikan itu apa. Bukannya aksi itu salah satu tujuannya juga meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat tentang persoalan itu ya? Lah kalo udah teriak-teriak, bawa banyak atribut, udah ada massa aksi yang dandan juga, tapi saya yang cukup

TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi

ASMA KARIMAH TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi Tinta sejarah belum lagi kering menulis namanya, namun wanita-wanita negrinya sudah terbata-bata membaca cita-citanya. Kian hari emansipasi kian mirip saja dengan liberalisasi dan feminisasi . Sementara Kartini sesungguhnya semakin meninggalkan semuanya, dan ingin kembali kepada fitrahnya. Penerbit Hanifah buku muslimah dan keluarga Daftar Pustaka : Asma Karimah, TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi . Penerbit Hanifah, 1994 (cetakan kelima).