Langsung ke konten utama

Terharu

Terharu melihat di atas sana, di bawah naungah biru cerah yang teduh, ia berputar putar, tulisan berkibar kibar. Itu.. mirip seperti sepeda terbang yang ada di doraemon beberapa hari yang lalu... yang ingin kusaksikan sampai seesai tapi harus kutinggal untuk tugas.

Aku terharu. Melihatnya terbang. Seperti sepeda terbang manusia burung dalam kartun doraemon. Meski berbeda. Dari jauh tampak sama.

Lalu sepanjang upacara pesawat tanpa awak berputar-putar di atas kepala, mengabadikan seremoni. Aku teringat Mesir. Kisah para demonstran yang membuat pesawat tanpa awak tapi bentuknya seperti dalam film 3 idiot. Tidak sama sih, tetapi ada kemiripannya. Pesawat itu memotret demonstran dari atas.

Lalu marching band dengan lalu Papua Mutiara Hitam dari Timur. Teringat indahnya Papua dalam acara si bolang. Besok, kalau aku sudah jadi orang yang baik, berkarakter menyenangkan, berkepribadian menawan, aku ingin ke sana, belajar dan mengajar.

Mengapa aku takut berbagi plan A life plan ku? Aku sering membuat terkejut orang tua. Tapi kali ini akan aku tulis plan A yang kutakuti di sini, biarlah berderet abadi, menjadi kenangan indah suatu saat nanti, dapat dimasukkan ke autobiografi.

Tahun 2013 dalam usia 17 tahun aku masuk STAN DIII Pajak. Tahun 2016 dalam usia 20 tahun aku lulus dan langsung bekerja di kota besar. Kemudian aku akan menjadi sarjana dan master lulusan luar negeri dengan beasiswa Kementian Keuangan. Setelah itu bisa menjadi doktor, profesor, bahkan Mentri Keuangan.

Orang tuaku menitipkan pesan untuk berjihad fi sabilillah di STAN. Melawan dusta, kecurangan, dan kejahatan. Menegakkan kebenaran dan keadilan. Menjunjung tinggi kejujuran. Mungkin aku akan terus mencoba selama memenuhi kriteria.

Tapi kalau akhirnya aku harus berjuang di sini, wah, aku harus menyiapkan plan C.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Angka 100

Di usia blog yang sudah 100 post ini, mungkin bisa terbilang bagus lah. Memasuki bulan ke-10, post ke-100, dengan 795 pengunjung. Termasuk bagus untuk ukuran orang seperti saya :) Buat banyak orang, 100 melambangkan kesempurnaan. Melambangkan kepenuhan, kepadatan, kepastian, kecukupan. Buat pelajar, 100 adalah nilai maksimal yang sempurna tanpa cela sedikit pun. Dalam prosentase, 100% menunjukkan sepenuhnya, kepastian, keseluruhan. Tapi bagi blogger, 100 postingan bukan angka yang sempurna. Masih perlu banyak perbaikan dan perkembangan. Apalagi dalam keuangan. 100, terutama 100 rupiah adalah jumlah yang sangat sedikit. Walaupun untuk beberapa mata uang lain termasuk banyak. Tapi tidak ada kata puas dalam mengejar uang bukan? "Ini adalah postingan saya yang ke-100!" Sebuah titik tolak untuk mengembangkan blog ini. :| Blog ini tentunya masih berantakan sekali. :) Tadi waktu liat udah bikin 99 post jadi nemu inspirasi baru buat ngetik ini. Entah kenapa, mungkin post yang ke-100

Egosentrisme dan Sudut Pengambilan Gambar

Egosentrisme adalah ketidakmampuan anak-anak yang masih berada pada tahap perkembangan sensori-motori (sekitar usia 2-6 tahun). Contohnya, anak itu belum bisa memahami kalau keempat gambar ini memiliki objek yang sama. [dari buku Santrock, Life Span Development. Teorinya Piaget] Orang dewasa yang secara teori perkembangan seharusnya sudah tidak egosentris, tentu tahu bahwa suatu realita yang sama bisa ditampilkan dengan beberapa cara yang berbeda. Saya sedang tertarik dengan foto demo. Di sini saya membantah kata-kata seorang teman yang saya sayang "yang tertarik buat ngelirik aksi cuma 'anak aksi' juga". Saya bukan anak aksi tapi saya suka pengen tau sama orang aksi. Kan kadang ada aksi yang nggak jelas pesan yang disampaikan itu apa. Bukannya aksi itu salah satu tujuannya juga meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat tentang persoalan itu ya? Lah kalo udah teriak-teriak, bawa banyak atribut, udah ada massa aksi yang dandan juga, tapi saya yang cukup

TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi

ASMA KARIMAH TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi Tinta sejarah belum lagi kering menulis namanya, namun wanita-wanita negrinya sudah terbata-bata membaca cita-citanya. Kian hari emansipasi kian mirip saja dengan liberalisasi dan feminisasi . Sementara Kartini sesungguhnya semakin meninggalkan semuanya, dan ingin kembali kepada fitrahnya. Penerbit Hanifah buku muslimah dan keluarga Daftar Pustaka : Asma Karimah, TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi . Penerbit Hanifah, 1994 (cetakan kelima).