Langsung ke konten utama

Gatheng: Permainan Tradisional Anak-Anak

Terakhir kali bermain gatheng adalah ketika SD. Dan seharusnya setelah itu sudah karena sudah bukan anak-anak lagi. Tetapi rasanya kangen. Dan sayangnya jarang ada yang mengerti permainannya.

Gatheng dimainkan secara berkelompok. Paling ideal satu kelompok empat orang. Kemudian setiap orang memilih sebelas batu. Jangan kerikil. Kira-kira dua batu dapat digenggam oleh satu tangan. Salah satu batu disebut "gacuk". "Gacuk" tidak boleh berpindah tangan.

Kemudian membuat persegi dengan sisi antara 50-100 cm. Kemudian setiap anak menaruh lima batunya ke dalam kotak dan menyimpan lima batu lainnya. Batu-batu di dalam kotak ditumpuk.

Pemain pertama akan melempar "gacuk" ke atas. Setelah itu, tumpukan batu dijatuhkan sehingga batu-batu saling terpisah di dalam kotak. Kemudian "gacuk" yang dilempar ditangkap sebelum jatuh. Jika ada batu di garis atau di luar garis diambil oleh pemain tersebut. Setelah itu melempar "gacuk" ke atas lagi, mengambil sebuah batu dengan tangan yang sama, lalu menangkap "gacuk" dengan tangan yang sama juga. Begitu seterusnya sampai ia gagal mengambil batu atau menangkap "gacuk".

Kemudian permainan bergeser ke pemain lain. Sebelum ia bermain, batu-batu ditumpuk lagi seperti semula. Setelah pemain terakhir bermain, dan masih ada batu di dalam kotak, kembali lagi pemain pertama bermain. Begitu sampai batu di dalam kotak habis.

Setela itu, setiap orang menaruh lagi lima batu miliknya ke dalam kotak dan permainan dimulai kembali. Pada permainan ketiga, mungkin ada yang tidak memiliki cukup batu. Ia boleh berhutang batu ataupun dikeluarkan dari permainan. Tergantung kebijakan permain. Bisa juga dibuat aturan batu yang diambil tanpa melempr "gacuk" hanya yang keluar garis saja, yang ada di garis tidak termasuk.

Biasanya, jika sudah sering bermain gatheng, kan menambah peraturan: tidak boleh ada batu lain yang tersentuh ketika mengambil batu. Jika dalam proses pengambilan menyentuh batu lain, maka batu yang sudah berhasil diambil dikembalikan dan giliran bermain permain berikutnya. Atau bisa juga para pemain sepakat ia tetap boleh lanjut bermain.

Permainan dimenangkan oleh peserta yang memiliki batu paling banyak. Nah, selamat bermain yaa :-D

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Angka 100

Di usia blog yang sudah 100 post ini, mungkin bisa terbilang bagus lah. Memasuki bulan ke-10, post ke-100, dengan 795 pengunjung. Termasuk bagus untuk ukuran orang seperti saya :) Buat banyak orang, 100 melambangkan kesempurnaan. Melambangkan kepenuhan, kepadatan, kepastian, kecukupan. Buat pelajar, 100 adalah nilai maksimal yang sempurna tanpa cela sedikit pun. Dalam prosentase, 100% menunjukkan sepenuhnya, kepastian, keseluruhan. Tapi bagi blogger, 100 postingan bukan angka yang sempurna. Masih perlu banyak perbaikan dan perkembangan. Apalagi dalam keuangan. 100, terutama 100 rupiah adalah jumlah yang sangat sedikit. Walaupun untuk beberapa mata uang lain termasuk banyak. Tapi tidak ada kata puas dalam mengejar uang bukan? "Ini adalah postingan saya yang ke-100!" Sebuah titik tolak untuk mengembangkan blog ini. :| Blog ini tentunya masih berantakan sekali. :) Tadi waktu liat udah bikin 99 post jadi nemu inspirasi baru buat ngetik ini. Entah kenapa, mungkin post yang ke-100

Egosentrisme dan Sudut Pengambilan Gambar

Egosentrisme adalah ketidakmampuan anak-anak yang masih berada pada tahap perkembangan sensori-motori (sekitar usia 2-6 tahun). Contohnya, anak itu belum bisa memahami kalau keempat gambar ini memiliki objek yang sama. [dari buku Santrock, Life Span Development. Teorinya Piaget] Orang dewasa yang secara teori perkembangan seharusnya sudah tidak egosentris, tentu tahu bahwa suatu realita yang sama bisa ditampilkan dengan beberapa cara yang berbeda. Saya sedang tertarik dengan foto demo. Di sini saya membantah kata-kata seorang teman yang saya sayang "yang tertarik buat ngelirik aksi cuma 'anak aksi' juga". Saya bukan anak aksi tapi saya suka pengen tau sama orang aksi. Kan kadang ada aksi yang nggak jelas pesan yang disampaikan itu apa. Bukannya aksi itu salah satu tujuannya juga meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat tentang persoalan itu ya? Lah kalo udah teriak-teriak, bawa banyak atribut, udah ada massa aksi yang dandan juga, tapi saya yang cukup

TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi

ASMA KARIMAH TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi Tinta sejarah belum lagi kering menulis namanya, namun wanita-wanita negrinya sudah terbata-bata membaca cita-citanya. Kian hari emansipasi kian mirip saja dengan liberalisasi dan feminisasi . Sementara Kartini sesungguhnya semakin meninggalkan semuanya, dan ingin kembali kepada fitrahnya. Penerbit Hanifah buku muslimah dan keluarga Daftar Pustaka : Asma Karimah, TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi . Penerbit Hanifah, 1994 (cetakan kelima).