Langsung ke konten utama

Track Record

Sebenarnya ini cerita yang saya ketik bulan Oktober kemarin. Menurut saya, setiap orang bebas untuk memiliki masa lalu yang sehitam-hitamnya. Ya, segelap apapun masa lalu seseorang, itu hanya sebuah masa lalu jika memang itu hanya sebuah masa lalu.

Umar bin Khattab tetap jadi khalifah rasulullah yang kedua tanpa ada yang memprotes penunjukan beliau walaupun beliau memiliki masa lalu yang luar biasa gelap: Sebelum masuk Islam, beliau pernah berencana untuk membunuh rasulullah.

Tapi itu semua hanya masa lalu. Dan benar-benar hanya sebuah masa lalu. Di hari itu justru hidayah datang kepadanya. Dan Umar ra masuk Islam. Lalu semua bersama, tanpa saling mencurigai dan meragukan. Bahkan Umar ra menjadi khalifah rasulullah yang kedua.

Jadi, setiap orang boleh pernah berbuat salah. Itu menurut saya. Kita bukan Rasulullah, bukan manusia pilihan, bukan manusia terbaik. Adalah wajar jika kita pernah melakukan kesalahan.

Menurut saya, tidak perlu kita mencari orang yang tidak pernah mencontek atau memberi contekan, tidak pernah berbohong, tidak pernah membuang sampah sembarangan, tidak pernah mengejek, tidak pernah berprasangka buruk, tidak pernah titip absen, tidak pernah bolong shalat 5 waktu, shalat rawatib, dan shalat tahajudnya sejak akil baligh, selalu bersedekah setiap hari, menjenguk orang sakit setiap har, dan lain-lain untuk sebuah posisi tertentu. Orang sesempurna itu kalau kita temukan lebih baik kita angkat menjadi khalifah saja.

Ya, ini lebih tentang bohong. Saya merasa dibohongi beberapa kali. Tapi saya tetap percaya bahwa beberapa orang yang berbohong itu orang yang baik. Saya tetap yakin mereka harus diberi kesempatan untuk bekerja. Tentu saja, bukan untuk menjadi pemimpin. Biarlah proses dalam kerja itu membentuknya menjadi lebih baik.

Setiap orang punya kesempatan yang sama untuk berubah, termasuk perubahan drastis, bahkan pada tiap detik hidupnya. Apalagi masih muda. Kita tahu kisah kakak beradik yang harus kita jadikan pelajaran ini.

Kakak yang sepanjang hidupnya berbuat baik dan rajin beribadah, pada suatu hari "iseng" ingin merasakan hura-hura seperti adiknya. Sayang, jatah umurnya habis di situ. Berkebalikan dengan adiknya yang "iseng-iseng" ingin merasakan beribadah di masjid seperti "hobi" kakaknya. Dan ternyata, jatah umurnya habis di situ. Ya, ending yang mengejutkan bagi siapapun yang mengenal mereka.

Jadi, setiap orang punya kesempatan yang sama. Baik untuk menjadi sejahat setan ataupun setaat malaikat, dalam beberapa menit ke depan.

Saya teringat kata-kata seorang teman. "Aku nggak mau dateng ke tempat yang aku nggak mau kalo ditemukan mati di sana".

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Angka 100

Di usia blog yang sudah 100 post ini, mungkin bisa terbilang bagus lah. Memasuki bulan ke-10, post ke-100, dengan 795 pengunjung. Termasuk bagus untuk ukuran orang seperti saya :) Buat banyak orang, 100 melambangkan kesempurnaan. Melambangkan kepenuhan, kepadatan, kepastian, kecukupan. Buat pelajar, 100 adalah nilai maksimal yang sempurna tanpa cela sedikit pun. Dalam prosentase, 100% menunjukkan sepenuhnya, kepastian, keseluruhan. Tapi bagi blogger, 100 postingan bukan angka yang sempurna. Masih perlu banyak perbaikan dan perkembangan. Apalagi dalam keuangan. 100, terutama 100 rupiah adalah jumlah yang sangat sedikit. Walaupun untuk beberapa mata uang lain termasuk banyak. Tapi tidak ada kata puas dalam mengejar uang bukan? "Ini adalah postingan saya yang ke-100!" Sebuah titik tolak untuk mengembangkan blog ini. :| Blog ini tentunya masih berantakan sekali. :) Tadi waktu liat udah bikin 99 post jadi nemu inspirasi baru buat ngetik ini. Entah kenapa, mungkin post yang ke-100

Egosentrisme dan Sudut Pengambilan Gambar

Egosentrisme adalah ketidakmampuan anak-anak yang masih berada pada tahap perkembangan sensori-motori (sekitar usia 2-6 tahun). Contohnya, anak itu belum bisa memahami kalau keempat gambar ini memiliki objek yang sama. [dari buku Santrock, Life Span Development. Teorinya Piaget] Orang dewasa yang secara teori perkembangan seharusnya sudah tidak egosentris, tentu tahu bahwa suatu realita yang sama bisa ditampilkan dengan beberapa cara yang berbeda. Saya sedang tertarik dengan foto demo. Di sini saya membantah kata-kata seorang teman yang saya sayang "yang tertarik buat ngelirik aksi cuma 'anak aksi' juga". Saya bukan anak aksi tapi saya suka pengen tau sama orang aksi. Kan kadang ada aksi yang nggak jelas pesan yang disampaikan itu apa. Bukannya aksi itu salah satu tujuannya juga meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat tentang persoalan itu ya? Lah kalo udah teriak-teriak, bawa banyak atribut, udah ada massa aksi yang dandan juga, tapi saya yang cukup

TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi

ASMA KARIMAH TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi Tinta sejarah belum lagi kering menulis namanya, namun wanita-wanita negrinya sudah terbata-bata membaca cita-citanya. Kian hari emansipasi kian mirip saja dengan liberalisasi dan feminisasi . Sementara Kartini sesungguhnya semakin meninggalkan semuanya, dan ingin kembali kepada fitrahnya. Penerbit Hanifah buku muslimah dan keluarga Daftar Pustaka : Asma Karimah, TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi . Penerbit Hanifah, 1994 (cetakan kelima).