Langsung ke konten utama

Netral



Ini bukan cerita tentang air, band, apalagi gigi motor yang belum jalan. Oke, saya sedikit geli sekarang pada kata netral. Ceritanya, saya menemukan komentar tentang jilbab polwan. Ceritanya sang komentator kontra, dengan alasan polwan harus netral. Waktu itu, pemilwa baru saja berlalu. Jadi kata netral rasanya belum hilang dari telinga.

Benarkah ada posisi-posisi yang mengharuskan kita untuk netral? Menurut saya, netral adalah suatu kondisi, ketika seseorang belum memiliki informasi yang cukup tentang suatu hal. Misalnya, seseorang yang menjadi panitia pemilwa. Awalnya dia belum kenal dengan semua calonnya karena tidak ada yang sefakultas atau sekomunitas. Tapi seiring waktu berlalu akan mulai muncul kecenderungan. Oh, ini cocok jadi ini, dia tidak cocok untuk jadi itu. Si A dan si B bagus, si C dan si D bukan tipe pemimpin, si E cocoknya di bidang teknis, si F mukanya mirip mantannya, dll.

Ya, kalau kita tahu, kita pasti tidak netral. Ketika kita tahu, kita bisa memiliki sikap. Mendukung semuanya atau tidak mendukung semuanya juga merupakan suatu sikap. Si G lebih bagus dari H, si I lebih tidak bagus dati J, itu kan juga tidak bisa dibilang netral.

Jadi, apakah polwan harus netral? Saya ingin cerita kesana-kemari dulu nih. Kata netral juga muncul saat jaman-jaman pemilu. Waktu itu ada yang berpendapat, mahasiswa harus netral. Saat itu saya bingung, apakah netral itu sama dengan golput?

Lalu ada juga pendapat yang muncul tiap kali pemerintah mengumumkan suatu kebijakan yang cukup ramai diberitakan. Mahasiswa itu harus netral, tidak memihak rakyat, tidak memihak penguasa. Kemudian saya bingung, harus berpihak kemana. Apakah hanya pada diri sendirikah? Apakah netral itu egois?

Saya jadi gemas, gemas pada kata netral. Saya setuju kalau yang netral itu cuma tiga: air, band, dan gigi motor. Bahkan motor yang netral pun tidak bisa jalan. Bohong kalau ada orang yang mengaku netral terhadap seseuatu yang dia ketahui, bahkan pahami.

Tidak mungkin menyuruh orang untuk netral. Semua hanya perlu diatur. Agar adil, menempatkan sesuatu pada tempat yang seharusnya. Yang salah ya salah, yang benar ya benar. Yang lebih baik ya lebih baik, yang lebih buruk ya lebih buruk.

Jadi soal polisi harus netral, menurut saya kata-kata itu kurang tepat. Polwan boleh berjilbab. Itu hak mereka. Yang penting adil dan berpihak pada keadilan. Itu kan tugas polisi?




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Angka 100

Di usia blog yang sudah 100 post ini, mungkin bisa terbilang bagus lah. Memasuki bulan ke-10, post ke-100, dengan 795 pengunjung. Termasuk bagus untuk ukuran orang seperti saya :) Buat banyak orang, 100 melambangkan kesempurnaan. Melambangkan kepenuhan, kepadatan, kepastian, kecukupan. Buat pelajar, 100 adalah nilai maksimal yang sempurna tanpa cela sedikit pun. Dalam prosentase, 100% menunjukkan sepenuhnya, kepastian, keseluruhan. Tapi bagi blogger, 100 postingan bukan angka yang sempurna. Masih perlu banyak perbaikan dan perkembangan. Apalagi dalam keuangan. 100, terutama 100 rupiah adalah jumlah yang sangat sedikit. Walaupun untuk beberapa mata uang lain termasuk banyak. Tapi tidak ada kata puas dalam mengejar uang bukan? "Ini adalah postingan saya yang ke-100!" Sebuah titik tolak untuk mengembangkan blog ini. :| Blog ini tentunya masih berantakan sekali. :) Tadi waktu liat udah bikin 99 post jadi nemu inspirasi baru buat ngetik ini. Entah kenapa, mungkin post yang ke-100

Egosentrisme dan Sudut Pengambilan Gambar

Egosentrisme adalah ketidakmampuan anak-anak yang masih berada pada tahap perkembangan sensori-motori (sekitar usia 2-6 tahun). Contohnya, anak itu belum bisa memahami kalau keempat gambar ini memiliki objek yang sama. [dari buku Santrock, Life Span Development. Teorinya Piaget] Orang dewasa yang secara teori perkembangan seharusnya sudah tidak egosentris, tentu tahu bahwa suatu realita yang sama bisa ditampilkan dengan beberapa cara yang berbeda. Saya sedang tertarik dengan foto demo. Di sini saya membantah kata-kata seorang teman yang saya sayang "yang tertarik buat ngelirik aksi cuma 'anak aksi' juga". Saya bukan anak aksi tapi saya suka pengen tau sama orang aksi. Kan kadang ada aksi yang nggak jelas pesan yang disampaikan itu apa. Bukannya aksi itu salah satu tujuannya juga meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat tentang persoalan itu ya? Lah kalo udah teriak-teriak, bawa banyak atribut, udah ada massa aksi yang dandan juga, tapi saya yang cukup

TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi

ASMA KARIMAH TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi Tinta sejarah belum lagi kering menulis namanya, namun wanita-wanita negrinya sudah terbata-bata membaca cita-citanya. Kian hari emansipasi kian mirip saja dengan liberalisasi dan feminisasi . Sementara Kartini sesungguhnya semakin meninggalkan semuanya, dan ingin kembali kepada fitrahnya. Penerbit Hanifah buku muslimah dan keluarga Daftar Pustaka : Asma Karimah, TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi . Penerbit Hanifah, 1994 (cetakan kelima).