Langsung ke konten utama

Ini Kisah Tentang Seorang Lelaki

Ini kisah tentang seorang lelaki. Muhammad namanya. Ia pergi ke Thaif. Akan berdakwah di sana. Menyampaikan kebenaran, membuka indera dan akal masyarakat bahwa paganisme tak berdasar. Pencipta tak mungkin diciptakan. Maka Pencipta yang sesungguhnya adalah Allah yang memerintahkan manusia kepada kebaikan. Ia datang berdua saja dengan seorang anak muda.

Tetapi sesampainya di sana, ia disambut lemparan batu, bahkan oleh anak kecil. Dihujani pula dengan sebutan orang gila. Ia bahkan belum menyampaikan maksudnya. Ia baru datang saja. Ia tidak membawa apapun yang bisa membahayakan. Ia hanya datang ingin menyampaikan kebenaran, karena cinta di hatinya tidak tega melihat orang lain terjerumus dalam kesesatan.

Ia, berlari menghindari hujan batu, berdua. Berdarah luka di tubuhnya dari lempatan batu. Kakinya pun mengalirkan darah, tapi ia harus terus melangkah. Tertatih, perih, ia menjauh dari kerumunan massa pelempar batu yang telh melukainya dan sahabat mudanya.

Datanglah malaikat penjaga gunung yang marah, sedih melihat utusan Allah diperlakukan sedemikian rupa. Ia menawarkan menjatuhkan gunung ke Thaif jika diperbolehkan, untuk membalas perlakuan orang-orang yang tak berperasaan. Tapi apa jawabnya? Jangan! Itu karena mereka belum tahu.

Ya rasul Allah, semulia itu akhlakmu. Jika itu aku, mungkin sebelum malaikatnya datang, aku sudah berdoa meminta gunung ditimpakan pada penduduk kota.

Ini hanya sehari kisah dari 63 tahun hidupnya. Yang mungkin kusampaikan tidak tepat karen kemampuan menyusun kataku yang masih kurang. Tapi kisah yang ditulis selengkap apapun, tetap tak cukup untuk menggambarkan indahnya kenyataan. Karena kata sabar yang ditulis jutaan kalipun tak cukup menggambarkan seluar biasa apa kesabaran yang nyata itu.

Di akhir 12 Rabiul Awal 1435 H

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Angka 100

Di usia blog yang sudah 100 post ini, mungkin bisa terbilang bagus lah. Memasuki bulan ke-10, post ke-100, dengan 795 pengunjung. Termasuk bagus untuk ukuran orang seperti saya :) Buat banyak orang, 100 melambangkan kesempurnaan. Melambangkan kepenuhan, kepadatan, kepastian, kecukupan. Buat pelajar, 100 adalah nilai maksimal yang sempurna tanpa cela sedikit pun. Dalam prosentase, 100% menunjukkan sepenuhnya, kepastian, keseluruhan. Tapi bagi blogger, 100 postingan bukan angka yang sempurna. Masih perlu banyak perbaikan dan perkembangan. Apalagi dalam keuangan. 100, terutama 100 rupiah adalah jumlah yang sangat sedikit. Walaupun untuk beberapa mata uang lain termasuk banyak. Tapi tidak ada kata puas dalam mengejar uang bukan? "Ini adalah postingan saya yang ke-100!" Sebuah titik tolak untuk mengembangkan blog ini. :| Blog ini tentunya masih berantakan sekali. :) Tadi waktu liat udah bikin 99 post jadi nemu inspirasi baru buat ngetik ini. Entah kenapa, mungkin post yang ke-100

Egosentrisme dan Sudut Pengambilan Gambar

Egosentrisme adalah ketidakmampuan anak-anak yang masih berada pada tahap perkembangan sensori-motori (sekitar usia 2-6 tahun). Contohnya, anak itu belum bisa memahami kalau keempat gambar ini memiliki objek yang sama. [dari buku Santrock, Life Span Development. Teorinya Piaget] Orang dewasa yang secara teori perkembangan seharusnya sudah tidak egosentris, tentu tahu bahwa suatu realita yang sama bisa ditampilkan dengan beberapa cara yang berbeda. Saya sedang tertarik dengan foto demo. Di sini saya membantah kata-kata seorang teman yang saya sayang "yang tertarik buat ngelirik aksi cuma 'anak aksi' juga". Saya bukan anak aksi tapi saya suka pengen tau sama orang aksi. Kan kadang ada aksi yang nggak jelas pesan yang disampaikan itu apa. Bukannya aksi itu salah satu tujuannya juga meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat tentang persoalan itu ya? Lah kalo udah teriak-teriak, bawa banyak atribut, udah ada massa aksi yang dandan juga, tapi saya yang cukup

TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi

ASMA KARIMAH TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi Tinta sejarah belum lagi kering menulis namanya, namun wanita-wanita negrinya sudah terbata-bata membaca cita-citanya. Kian hari emansipasi kian mirip saja dengan liberalisasi dan feminisasi . Sementara Kartini sesungguhnya semakin meninggalkan semuanya, dan ingin kembali kepada fitrahnya. Penerbit Hanifah buku muslimah dan keluarga Daftar Pustaka : Asma Karimah, TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi . Penerbit Hanifah, 1994 (cetakan kelima).