Langsung ke konten utama

ASAL MULA BANYUWANGI

Sidurejo adalah seorang raja yang sangat berkuasa. Ia dibantu oleh seorang patih bernama Sido Pekso. Istri Sido Pekso sangat cantik. Akan tetapi, Ibu Sido Pekso menyimpan rasa dendam kepada menantunya.
Suatu hari Ibu Sido Pekso berniat untuk menyingkirkan istri Sido Pekso dari lingkungan keluarga. Apa akal? Ibu Sido Pekso lalu merayu raja, ”Baginda, jika ingin Permaisuri tetap cantik dan awet muda, simpanlah sekuntum bunga. Tapi, bunga itu harus diambil di puncak Gunung Ijen.”
Rayuan Ibu Sido Pekso menarik perhatian raja. Patih Sido Pekso lalu diutus ke Gunung Ijen untuk mengambil bunga. Syarat yang harus dipenuhi Sido Pekso adalah tidak boleh pulang sebelum menemukan bunga tersebut.
Sido Pekso pun berangkat. Pada saat itu, istrinya sedang hamil muda. Selama Sido Pekso menjalankan tugasnya itu, istrinya selalu mendapat perlakuan yang tidak baik dari mertuanya. Akan tetapi, istri Sido Pekso tetap tabah.
Beberapa bulan kemudian, istri Sido Pekso melahirkan seorang bayi laki-laki. Ibu Sido Pekso semakin benci. Ketika istri Sido Pekso tidak berada di rumah, bayi yang tak berdosa itu dilemparnya ke sungai yang ada di samping rumahnya.
Akhirnya, Sido Pekso berhasil pulang membawa bunga. Sebelum menyerahkan bunga kepada raja, Sido Pekso mendapat laporan dari ibunya bahwa anaknya dibuang ke sungai oleh istrinya. Sido Pekso marah. Ia mengambil keris di pinggangnya untuk membunuh istrinya.
“Ampun, Kanda! Dinda rela dibunuh. Akan tetapi, bawalah Dinda ke pinggir sungai. Di sana akan kita buktikan, siapa sebenarnya yang bersalah,” pintanya.
Sido Pekso memenuhi permintaan istrinya. Ketika berada di tepi sungai, istri Sido Pekso berkata, “Setelah Kanda membunuh Dinda, b uanglah tubuh Dinda ke sungai. Tunggulah beberapa saat. Jika air sungai berbau busuk, Dindalah yang bersalah. Tapi, jika airnya berbau wangi, bukan Dinda yang bersalah.”
Sido Pekso melampiaskan amarahnya. Tubuh istrinya dibuang ke sungai dan hanyut seketika. Selang beberapa saat, bunga kecil berkata, “Ayah, akulah anakmu. Aku dibuang oleh ibumu ke sungai ini. Ayah, aku bahagia dapat bertemu ibuku yang tidak berdosa ini.”
Usai berkata demikian, dua kuntum bunga tersebut hanyut. Bersama dengan itu, air sungai berubah menjadi jernih dan mengeluarkan bau wangi. Sejak saat itulah, sungai tersebut dan wilayah di sekitarnya disebut “Banyuwangi”.





AMANAT
Amanat yang terkandung dalam cerita Asal Mula Banyuwangi adalah “Jangan mudah berprasangka buruk kepada orang lain bila tidak tau apa kejadian yang sebenarnya yang telah terjadi .”
Karena dalam cerita tersebut Sido Pekso setelah diberitahu oleh ibunya bahwa istrinya telah membuang anaknya Sido Pekso langsung percaya dan marah kepada istrinya hingga istrinya dibunuh padahal Sido pekso belum tau apa sebenarnya kejadian yang terjadi. Seharusnya Sido Pekso menyelidiki terlebih dahulu apakah yang dikatakan ibunya itu benar atau salah. Setelah diselidiki barulah Ia boleh bertindak dengan disertai bukti yang Ia punya. Kita juga tidak boleh bertindak seperti yang dilakukan oleh Sido Pekso karena apabila kita melakukan apa yang dilakukan oleh Sido Pekso kemungkinan besar kita akan dibenci oleh orang lain karena sifat kita yang mudah berprasangka buruk kepada orang lain tanpa disertai bukti yang akurat.



NILAI
Nilai yang terkandung dalam cerita Asal Mula Banyuwangi adalah nilai “MORAL”.
Karena dalam cerita tersebut terkandung peristiwa-peristiwa yang menyangkut moralitas. Yang menyangkut perilaku kita kepada orang lain. Dan menjadi pertimbangan bagi kita untuk berperilaku terhadap orang lain .

http://geschool.net/index.php/notes/view?nid=3692

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Angka 100

Di usia blog yang sudah 100 post ini, mungkin bisa terbilang bagus lah. Memasuki bulan ke-10, post ke-100, dengan 795 pengunjung. Termasuk bagus untuk ukuran orang seperti saya :) Buat banyak orang, 100 melambangkan kesempurnaan. Melambangkan kepenuhan, kepadatan, kepastian, kecukupan. Buat pelajar, 100 adalah nilai maksimal yang sempurna tanpa cela sedikit pun. Dalam prosentase, 100% menunjukkan sepenuhnya, kepastian, keseluruhan. Tapi bagi blogger, 100 postingan bukan angka yang sempurna. Masih perlu banyak perbaikan dan perkembangan. Apalagi dalam keuangan. 100, terutama 100 rupiah adalah jumlah yang sangat sedikit. Walaupun untuk beberapa mata uang lain termasuk banyak. Tapi tidak ada kata puas dalam mengejar uang bukan? "Ini adalah postingan saya yang ke-100!" Sebuah titik tolak untuk mengembangkan blog ini. :| Blog ini tentunya masih berantakan sekali. :) Tadi waktu liat udah bikin 99 post jadi nemu inspirasi baru buat ngetik ini. Entah kenapa, mungkin post yang ke-100

Egosentrisme dan Sudut Pengambilan Gambar

Egosentrisme adalah ketidakmampuan anak-anak yang masih berada pada tahap perkembangan sensori-motori (sekitar usia 2-6 tahun). Contohnya, anak itu belum bisa memahami kalau keempat gambar ini memiliki objek yang sama. [dari buku Santrock, Life Span Development. Teorinya Piaget] Orang dewasa yang secara teori perkembangan seharusnya sudah tidak egosentris, tentu tahu bahwa suatu realita yang sama bisa ditampilkan dengan beberapa cara yang berbeda. Saya sedang tertarik dengan foto demo. Di sini saya membantah kata-kata seorang teman yang saya sayang "yang tertarik buat ngelirik aksi cuma 'anak aksi' juga". Saya bukan anak aksi tapi saya suka pengen tau sama orang aksi. Kan kadang ada aksi yang nggak jelas pesan yang disampaikan itu apa. Bukannya aksi itu salah satu tujuannya juga meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat tentang persoalan itu ya? Lah kalo udah teriak-teriak, bawa banyak atribut, udah ada massa aksi yang dandan juga, tapi saya yang cukup

TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi

ASMA KARIMAH TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi Tinta sejarah belum lagi kering menulis namanya, namun wanita-wanita negrinya sudah terbata-bata membaca cita-citanya. Kian hari emansipasi kian mirip saja dengan liberalisasi dan feminisasi . Sementara Kartini sesungguhnya semakin meninggalkan semuanya, dan ingin kembali kepada fitrahnya. Penerbit Hanifah buku muslimah dan keluarga Daftar Pustaka : Asma Karimah, TRAGEDI KARTINI Sebuah Pertarungan Ideologi . Penerbit Hanifah, 1994 (cetakan kelima).